PARIS (Arrahmah.com) – Perancis telah menangguhkan keterlibatannya dalam misi angkatan laut NATO di Mediterania sebagai protes terhadap Turki. Ketegangan baru-baru ini telah memperdalam hubungan yang tegang antara kedua negara.
Perancis mengatakan bahwa mereka telah menulis surat kepada NATO untuk menjelaskan bahwa mereka menarik diri sementara dari misi dengan nama sandi Operation Sea Guardian. Operasi ini melakukan patroli maritim di Mediterania dan khususnya di sepanjang pantai Libya. Penarikan itu diperkirakan akan tetap berlaku sampai aliansi dan UE menanggapi permintaan Perancis untuk mengutuk dan meminggirkan Turki.
Ketegangan hubungan antara kedua anggota NATO terjadi setelah Perancis mengkritik kebijakan luar negeri Turki di Libya dan Suriah selama setahun terakhir. Itu terjadi terutama setelah Paris menuduh angkatan laut Turki menyerang kapal angkatan laut Perancis di Mediterania Timur bulan lalu ketika mencoba memeriksa kapal kargo yang diduga membawa senjata ke Libya. Turki membantah tuduhan itu.
Sementara Turki mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang didukung PBB di Tripoli secara politik dan militer, Prancis secara tidak langsung telah mendukung saingannya Tentara Nasional Libya (LNA) di bawah Field Marshal Khalifa Haftar. Pasukannya dikalahkan dan didorong kembali baru-baru ini dalam kampanye mereka untuk mengambil Tripoli, dan Turki memainkan peran militer dalam membantu GNA. Sementara itu, rencana bersama Yunani-Mesir-“Israel” untuk mengeksploitasi sumber energi di Mediterania Timur dikatakan telah “digagalkan” oleh Turki. Sejak itu Perancis sangat kuat dalam kritiknya terhadap peran Turki di wilayah tersebut.
Pada pertengahan Juni, Paris menyatakan keinginannya untuk melakukan pembicaraan di dalam NATO mengenai apa yang disebutnya sikap “agresif” Turki di Libya, dan sepekan yang lalu Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Yves Le Drian meminta Uni Eropa untuk membahas hubungannya dengan Turki berdasarkan pada aksinya di Libya. Pekan ini Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan Turki memainkan peran “kriminal” di Libya. Turki membalas kritik Perancis, mengatakan bahwa Macron menderita “kemunduran pemikiran”.
Le Drian memberi tahu sidang parlemen Perancis bahwa permintaannya untuk mengadakan pembicaraan dengan UE telah diterima dan bahwa dia akan bertemu dengan rekan-rekan UE-nya pada 13 Juli untuk membahas kemungkinan sanksi baru terhadap Turki. Ini mengikuti serangkaian sanksi tahun lalu yang dijatuhkan UE pada Turki atas pengeboran sumber daya energi di Mediterania Timur.
(fath/arrahmah.com)