Oleh: Abdullah Mahmud
(Arrahmah.com) – Memperhatikan perkembangan munculnya RUU HIP sebagai inisiasi DPR dan sedang minta persetujuan dari pemerintah. Karena reaksi rakyat terutama komponen terbesar umat Islam yang diwakili oleh Majelis Ulama Indonesia dan ormas-ormas Islam terutama Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merespons dengan nada keras agar RUU HIP tersebut dibatalkan dan dicabut dari prolegnas DPR RI. Tapi pemerintah hanya bersikap minta DPR menunda. Bahkan terkesan buang badan seakan tidak mengetahui isi RUU HIP yang jelas mengancam keutuhan ideologi negara karena berbau anasir-anasir komunis karena tidak mencantumkan TAP MPRS XXV/1966 tentang larangan komunisme dan lebih parah lagi menginginkan Trisila dan Ekasila.
Dalam pengantar buku “Negara Paripurna” Megawati Soekarnoputri memuji Yudi Latif karena menelusuri dan menghadirkan kembali “mutiara pemikiran” terbaik para pendiri bangsa. Rupanya karena Yudi Latif mengangkat konsep “Ketuhanan yang berkebudayaan” cetusan ayahnya Bung Karno di bab 2 hal 61. Sampai dihantarkan oleh Sudhamek AWS (Ketua Majelis Buddhayana Indonesia), di cover luar buku itu, “Ketuhanan Yang Maha Esa dia ‘reword’ menjadi Ketuhanan yang Berkebudayaan.”
Bau tidak sedap dari RUU HIP ada anasir komunisme kuat sekali. Ideologi komunisme yang diusung oleh PKI seakan mau dihidupkan lagi. Tak heran karena anasir keturunan PKI yang telah terbukti mengkhianati bangsa dengan melakukan pemberontakan sejak merdeka Indonesia dua kali; yaitu tahun 1948 dan G/30 S PKI 1965, yang keduanya gagal oleh perjuangan TNI dan umat Islam, yang menjadi korban terbesar kekejaman PKI.
Anasir keturuan PKI terus bergerak. Di antara usaha mereka, menerbitkan buku “Manuskrip Sejarah 45 Tahun PKI (1920-1965)” yang diberi pengantar oleh Semaun Utomo (91 th) (Mantan Sekertaris Lembaga Sejarah PKI) diterbitkan tahun 2014. Dalam pengantar itu, Semaun, menyampaikan: “Pandangan dan metode berpikir Marxisme-Leninisme akan menuntun kelas proletar, rakyat pekerja, untuk mendapat jalan dan cara baru sesuai dengan tuntutan serta premis zamannya, siapa pun tak akan dapat merintangi dan menghalangi.”
Bangsa Indonesia terutama mayoritas penduduknya kaum muslimin agar senantiasa waspada terhadap kebangikitan PKI gaya baru karena mereka merancang dan menyusup ke berbagai lembaga baik eksekutif maupun legislatif. Baik lewat partai-partai atau LSM-LSM yang cukup banyak. Korban yang dialami umat Islam oleh kekejaman kaum Komunis itu sudah cukup untuk menyadarkan kita sebagai umat dan bangsa. Silahkan dibaca hasil temuan PBNU atas penderitaan para santri dan kiai tertuang dalam buku “Benturan NU-PKI 1948-1965”. Begitu pula penelusuran dua wartawan Anab Afifi dan Thowaf Zuharon terhadap korban-korban kebiadaban PKI dalam buku “Ayat-Ayat yang Disembelih”.
Ajaran Komunisme Marxisme jelas anti Tuhan dan anti agama. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius sehingga menolak ajaran anti ketuhanan seperti itu. Apalagi telah terbukti dalam sejarah hitam komunisme telah membantai 495.000 orang rakyat Rusia tgl. 17 Juli 1918 saat kepemimpinan Lenin (1917-1923). Pada kepemimpinan Stalin (1925-1953) rakyat Rusia yang dibantai mencapai 45 juta. Di China dalam kepemimpinan Mao Tse Tung (1947-1976) telah membunuh 49 juta orang. Di Kamboja pada kepemimpinan Pol Pot (1975-1979) membunuh 2 juta orang. Di Afghanistan pada kepemimpinan Najibullah (1978-1987), kaki tangan Uni Soviet, telah membunuh 1.3 juta orang. Demikian pula di negara-negara Eropa Timur, Afrika dan Amerika Latin.
Di Indonesia para kader PKI dimotivasi pada masa itu “Kalau membunuh seorang Masyumi dapat bayaran Rp 1000. Kalau membunuh seorang Kiai dapat bayaran Rp 20.000 (nilai uang saat itu lebih tinggi dari saat ini) (Dinukil dari “Kebangkitan PKI Gaya Baru, hal 12-13). Karena itu, penyerangan mereka ke pesantren-pesantren cukup banyak termasuk pesantren Gontor. Gerakan komunis itu mengadu domba dan menghancurkan serta ujungnya kudeta. TNI pernah disusupi sehingga sejumlah oknum PKI melakukan pembusukan dari dalam. Syarikat Islam pernah dipecah oleh anasir PKI sehingga pecah menjadi “Syarikat Islam Merah” yang komunis dan “Syarikat Islam Putih” yang islami.
Atas dasar semua kejadian dan fakta itu, maka pantas kalau umat Islam dan bangsa Indonesia secara umum minta agar RUU HIP itu dibatalkan dan inisiatornya serta semua pihak yang terlibat diusut untuk diajukan ke ranah hukum agar rakyat tau bahwa telah terjadi usaha sistematis untuk merongrong Pancasila yang sila ke satunya Ketuhanan yang Maha Esa. Wa makaruu wa makarallah, wallahu khairul makirin. Wallahu a’lam.
(*/arrahmah.com)