WASHINGTON (Arrahmah.com) – Menurut laporan media, pada resolusi pada tanggal (17/6/2011) dewan keamanan PBB mengenakan “sanksi terpisah” terhadap Gerakan Islam Jama’ah Qa’idatul Jihad, atau yang lebih dikenal “al Qaeda” di dunia barat, dan pemerintahan Imarah Islam Afghanistan (IEA), yang disebut “Taliban” oleh dunia Demokrat, membedakan antara mereka untuk pertama kalinya.
Dengan demikian, resolusi nomer 1988 ditujukan terhadap orang-orang dan kelompok yang terkait dengan Al Qaeda, sedangkan resolusi nomer 1989 ditujukan terhadap individu dan kelompok yang terkait dengan pemerintahan Imarah Islam Afghanistan (IEA).
Sebelumnya, “dewan keamanan PBB” menyamakan “sanksi yang dikenakan” terhadap Al Qaeda dan Emirat Islam Afghanistan. Namun kemudian dibuat resolusi terpisah yang menunjukkan penekanan perbedaan dalam tujuan mereka, diformulasikan ulang oleh aliansi barat sebelum penerbangan yang akan datang dari Afghanistan.
Di bawah doktrin pmerintahan demokrat baru Amerika tentang perang melawan Islam, menilai bahwa “Al-Qaeda di seluruh dunia terfokus pada jihad melawan barat, sedangkan pejuang Taliban difokuskan pada negara mereka sendiri dan telah menunjukkan sedikit minat dalam menyerang sasaran luar negeri”. Perlu diingat bahwa 10 tahun yang lalu, “dewan” berpikir bahwa Imarah Islam Afghanistan yang mereka sebut sebagai “Jihad global”. Sekarang Amerika memutuskan untuk tidak berpikir begitu lagi.
Sanksi dewan keamanan PBB terhadap pemerintah yang sah dari IEA telah diperkenalkan sebelum serangan Amerika di Afghanistan.
Kemudian, sanksi yang diberlakukan terkait pembatasan wisata asing, embargo senjata dan penyitaan uang dari umat Islam, yang disebut “pembekuan aset”, diperpanjang juga untuk Al Qaeda.
Negosiasi Karzai dengan IEA hanya sebuah kebohongan
Sementara itu, pada Sabtu (18/6) pagi, dalam sebuah konferensi pers di Kabul, pemimpin rezim boneka Amerika di Afganistan, Karzai, menyatakan bahwa Amerika dan negara-negara barat lainnya telah memulai pembicaraan awal dengan pemerintah Imarah Islam Afghanistan (IEA) untuk menghentikan perang. Meski demikian, Karzai tidak memberikan fakta-fakta untuk mendukung klaimnya.
Hal yang harus diingat adalah dalam beberapa tahun terakhir Karzai telah berulang kali mengumumkan tentang pembicaraan yang sedang berlangsung dengan para pejabat IEA, tetapi laporan-laporan tersebut ternyata palsu dan para pejabat IEA sendiri mengatakan bahwa tak pernah ada pembicaraan seperti yang diklaim oleh Karzai.
Pada faktanya, lembaga-lembaga Barat melaporkan bahwa sumber-sumber Amerika, menolak untuk mengomentari secara resmi pernyataan Karzai, tentang adanya pembicaraan negosiasi dengan IEA.
Sementara itu, Amerika dan NATO masih mengalami perdebatan tentang apa yang harus dilakukan. Tak satupun diantara mereka yang menolak fakta bahwa perang salib militer mereka di Afghanistan telah gagal. Namun, ada perbedaan pendapat tentang bagaimana cara keluar dari “lumpur Afghanistan.”
Sementara itu, menurut laporan pada tahun 2011, lebih dari 100.000 tentara salib Amerika dan lebih dari 50.000 tentara salib dari negara-negara NATO lainnya berjuang untuk “penegakan demokrasi” di Afghanistan. Jumlah pasukan Karzai yang menjadi antek diperkirakan mencapai 150.000 hingga 200.000.
Pada saat pelantikan Obama pada tahun 2009, jumlah tentara AS yang ditempatkan di Afghanistan tidak melebihi 34.000. Jadi, selama pemerintahan peraih penghargaan nobel perdamaian tersebut, ia meningkatkan jumlah tentara salib Amerika hampir tiga kali lipat, namun kenaikan ini tidak mengakibatkan perubahan signifikan dalam situasi yang menyedihkan di negaranya.
Selain itu, setiap tahun, aktivitas dan jumlah Mujahidin Imarah Islam Afghanistan terus meningkat. Sejak awal 2011, unit IEA Mujahidin berhasil mengusir tentara salib Amerika-NATO dari wilayah strategis yang penting beberapa negara.
Mujahidin mengendalikan 70 sampai 80 persen dari wilayah Afghanistan, sementara serdadu Amerika-NATO yang ditempatkan di kota-kota besar dan pangkalan militer mereka, dan tidak mampu mengontrol wilayah “pendudukan mereka”, kecuali hanya seluas potongan kecil tanah di mana mereka melangkah dengan sepatu boot mereka.
Tentara salib Amerika-NATO mengalami kesulitan besar dalam memasok serdadu mereka, karena Mujahidin selalu berhasil menghabisi mereka baik dalam perjalanan maupun dalam serangan di jalur komunikasi.
Sudah seharusnya Amerika mundur
Para pengamat dan komentator berpendapat, setelah syahidnya Sheikh Usamah bin Laden, Amerika seharusnya memberitakan bahwa “misi mereka telah selesai” dan melarikan diri dari Afghanistan dalam damai, dan akan secara resmi menyelamatkan wajah Amerika.
Namun, para pendukung di Washington mengungkapkan ide untuk mempertahankan pangkalan militer Amerika di Afghanistan adalah untuk mendukung rezim boneka pro-Amerika di Kabul. Para pendukung tersebut berencana menawarkan untuk mempersenjatai dan melatih antara 400.000 dan 500.000 tentara dan elemen antek polisi dari kalangan penentang Taliban. Hal tersebut pada dasarnya hanya trik untuk membagi Afganistan menjadi dua bagian untuk melawan Mujahidin. (rasularasy/arrahmah.com)