Oleh: Chusnatul Jannah
(Arrahmah.com) – Pemuda adalah pewaris peradaban. Pemuda adalah penentu masa depan. Wajah pemuda hari ini akan menentukan masa depan di kemudian hari. Perilaku pemuda hari ini akan menentukan warisan peradaban untuk generasi mendatang. Ungkapan ini tidaklah berlebihan. Sebab, tak ada sejarah sepanjang masa tanpa peran pemuda.
Di masa Islam, dakwah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ditopang oleh banyak pemuda. Sebut saja Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Mush’aib bin Umair, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash, Mu’adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, dan masih banyak lagi. Pemuda-pemuda itu berada di sisi Nabi dengan perannya masing-masing. Kontribusinya terhadap Islam tertulis secara gemilang dalam jejak-jejak sirah keteladanan.
Tengok bagaimana bangsa ini bergelora berjihad membebaskan diri dari penjajahan. Semua karena pemudanya. Ada Jenderal Sudirman, Bung Tomo dengan teriakan takbirnya membakar semangat arek Surabaya mengusir penjajah, Pangeran Diponegoro serta masih banyak lainnya.
Seorang aktivis kemerdekaan, Tan Malaka, pernah mengatakan Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda. Idealisme pemuda saat ini tergerus dengan gaya hidup hedonis dan permisif. Sikap apatis terhadap persoalan keumatan menjauhkannya dari nilai kepedulian. Tak banyak, pemuda milenial masa sekarang yang memiliki jiwa sosial dan empati yang tinggi. Kalaupun ada, jumlahnya minoritas.
Apalagi bila kita kaitkan dengan sisi politis. Malah lebih banyak yang cenderung cuek abis dengan soalan politik. Mereka ogah diajak mikir masa depan bangsa. Kejauhan katanya. Mereka enggan membudayakan diskusi dan tukar pikiran. Lebih senang sensasi dan eksistensi atau panjat sosial.
Pemuda jenis ini jumlahnya dominan. Lebih disibukkan dengan dunia kegalauan dan kebaperan. Hobinya tik tok-an dan latah mengikuti challenge-challenge unfaedah. Saat diminta kekritisannya terhadap permasalahan bangsa, mereka buang badan.
Namun, dunia maya tetiba gempar dengan sosok komika yang biasa melucu. Dia kritik tuntutan hukum atas kasus Novel Baswedan. Videonya yang kritis bikin kelojotan fans buta penguasa. Akunnya sempat dikunci. Ia dibully lantaran menyentil faktor ketidaksengajaan yang menyangkut terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel. Dua hari berturut-turut namanya makin tenar. Diserang sekaligus dibela warga netizen.
Tidak banyak komika yang kritis melawan kezaliman dan ketidakadilan. Bintang Emon hanyalah salah satu diantaranya. Di tengah beberapa komika yang melucu dengan menista agama. Mempermainkan agama dengan candaan murahan. Emon, pemuda of the month. Bisa jadi dia pemantik baru agar pemuda manapun dan apapun profesinya semestinya masih memiliki idealisme dan kepekaan sosial yang tinggi.
Kritisnya pemikiran pemuda milenial memang tak boleh berhenti pada sosok Emon. Ia hanya penyalur aspirasi dari generasi muda. Peran pemuda sebagai agen perubahan sangatlah vital. Penentu arus perjuangan untuk perbaikan masa depan.
Pemuda itu pilar perubahan. Di tangannya perubahan besar bakal terjadi. Pemuda itu memiliki idealisme yang murni. Tak tercampuri dengan intrik dan politik kepentingan. Menjadi pemuda itu harus berperan, bukan baperan. Menjadi pemuda itu harus mengagumkan dengan ideologi sahih. Bukan pengemban ideologi sekuler-liberal.
Hidupnya pemuda itu memberi dan menebar manfaat. Bukan berhallyu dan berhalu soalan asmara dan cinta. Masa muda adalah waktu emas. Orang yang beramal di waktu muda akan menuai hasilnya di masa tua. Itulah kenapa masa muda dikatakan masa produktivitas amal. Menanam di usia muda. Memanen saat memasuki usia senja. Begitulah pemuda.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu berkata, “Para pemuda pada setiap umat manapun, mereka adalah tulang punggung yang membentuk unsur pergerakan dan dinamisasi. Pemuda mempunyai kekuatan yang produktif, kontribusi yang terus menerus. Tidak akan bangkit suatu umat umumnya kecuali ada di pundak (ada kepedulian dan sumbangsih, pent) para pemuda yang punya kepedulian dan semangat menggelora.” (Majmu’ Fatawa Bin Baz 27/274, Syamilah)
Pemuda seperti Emon hanya secuil dari bangkitnya kritisme pemikiran milenial. Harus ada Emon-Emon lainnya yang bangkit dari keterbuaian sistem hari ini. Pemuda yang bangkit dengan pemikiran Islam. Pemuda yang lantang menyuarakan kebenaran Islam. Pemuda yang berani melawan kemungkaran dan kebatilan.
Bangkitlah pemuda. Bangun dan berkontribusilah membawa perubahan hakiki. Perubahan besar untuk mengubah kondisi terpuruk ini. Menuju negeri yang diberkahi. Umat menanti peranmu. Rakyat menunggu kepemimpinanmu.
*) Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban
(ameera/arrahmah.com)