Oleh. Betty JN
(Institut Kajian Politik dan Perempuan)
(Arrahmah.com) – Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) tengah dibahas oleh panitia kerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di dalamnya diatur sejumlah ketentuan hal ihwal penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
RUU HIP ini dirumuskan sebab belum ada undang-undang yang melandasi pengaturan Haluan Ideologi Pancasila. Dalam rekaman dokumen rapat yang diperoleh dari dpr.go.id, Prof Jimly menilai RUU Pembinaan HIP diperlukan dalam kaitannya dengan kewenangan BPIP yang ia usulkan berubah menjadi Dewan Nasional Pembinaan Ideologi Pancasila (DN-PIP).
Prof Jimly juga mengusulkan UU Pembinaan HIP nantinya bisa menjadi semacam ‘omnibus law’ yang jadi parameter untuk mengevaluasi dan mengaudit undang-undang lainnya agar sesuai haluan Pancasila. (republika.co.id, 13/06/2020).
Namun RUU HIP menuai banyak penolakan. Pasalnya RUU ini diduga kuat membangkitkan kembali bahaya laten Komunisme. Penolakan diwakili oleh berbagai kalangan, baik dari akademisi, politisi, agamawan, ormas hingga TNI. Hal ini menunjukkan geliat kesatuan umat.
Sebut saja PP Muhammadiyah bertekad mengawal RUU tersebut dengan menyiapkan tim “jihad konstitusi” yang diketua Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Dari Nahdlatul Ulama, Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mewanti-wanti agar DPR tak tergesa-gesa membahas rancangan beleid tersebut.
Seorang penulis tesis tentang Pancasila yang juga imam besar FPI, Rizieq Shihab, pun angkat bicara menolak RUU HIP ini. Radar Jember juga memberitakan sejumlah elemen masyarakat dan organisasi kemasyarakatan di Jember menggelar aksi penolakan. Tak ketinggalan Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri menilai seakan ada upaya menciptakan kekacauan dan menghidupkan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) dari pengangkatan RUU tersebut.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang juga Ketua Umum non-aktif MUI, untuk mengingatkan jajaran Pemerintah dan DPR terkait ancaman bahaya jika Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) disahkan.
Mengutip pernyataan Wapres Ma’ruf terkait konsep khilafah yang akan tertolak karena sudah ada Pancasila sebagai kesepakatan bangsa atau darul mitsaq, Abbas mengatakan umat Islam di Indonesia hingga saat ini menjunjung tinggi kesepakatan itu.
Namun, tokoh Muhammadiyah itu khawatir jika kesepakatan Pancasila itu diingkari oleh pihak-pihak tertentu, yang salah satunya lewat RUU HIP.
“Terus terang saja, saya khawatir. Kalau seandainyaRUU HIP ini lolos dan muatannya adalah seperti yang ada (di draf) hari ini, maka yang saya takutkan adalah umat Islam berlepas diri dari kesepakatan yang sudah ada sebelumnya, karena ada pihak-pihak yang mengingkari kesepakatan itu,” ujarnya. (republika.co.id, 13/06/2020).
Hanya saja perlu adanya kiyadah fikriyah (kepemimpinan berfikir) yang akan dijadikan umat sebagai pedoman berfikir dan bertindak, dalam menghadapi polemik RUU HIP ini. Dimana menunjukkan solusi mendasar dan paripurna, sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia, memuaskan akal dan menentramkan hati umat.
Bahwa memang benar Komunisme adalah paham yang membahayakan bagi keberlangsungan kehidupan beragama. Padahal mempercayai adanya Tuhan sebagai Pencipta dan Pengatur kehidupan adalah fitrah manusia. Terlebih adanya penghapusan kepemilikan dalam Komunisme jelas tidak akan dapat diterima oleh akal. Belum lagi, sejarah telah mencatat bagaimana kejamnya upaya yang dilakukan untuk meraih tujuan, sehingga banyak memakan korban jiwa. Nyata bukan ketentraman yang dihasilkan, tapi kehidupan yang mencekam.
Namun, umat harus sadar bahwa bahaya laten Komunisme yang ditengarai menjadi ruh pada RUU HIP tumbuh subur dalam media sistem kehidupan Kapitalisme sekuler seperti hari ini. Dimana didalamnya dijunjung tinggi kebebasan dan menuhankan akal. Abai aturan samawi. Lihat saja bagaimana santainya para petinggi bangsa menyikapi munculnya simbol-simbol kebangkitan Komunisme di negeri ini.
Menganggapnya hanya sebatas tren anak muda. Bahkan aparat diminta jangan menindak berlebihan. Sehingga tak cukup kita mewaspadai hadirnya kembali Komunisme ke permukaan. Lebih dari itu kita juga perlu membuang sistem kehidupan Kapitalisme sekuler yang memicu kemunculnya.
Termasuk suatu kesalahan besar pula ketika para pencetus RUU HIP menganggap Pancasila berbenturan dengan agama. Ajaran Islam. Apalagi menyejajarkannya dengan praktik paham liberalisme sebagai paham anakan Kapitalisme sekuler.
Sehingga RUU HIP dianggap akan mampu melindungi Pancasila. Sebab ketika Islam diterapkan tak perlu dirisaukan, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila akan tetap ada. Sedangkan ketika Liberalisme merebak dalam sistem Kapitalisme sekuler telah nyata terabaikannya nilai-nilai Pancasila. Apalagi jika Komunisme benar-benar muncul, justru akan semakin memperpuruk pelaksanaan pengamalan nilai-nilai pancasila. Sebut saja sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa.
Saatnya umat menjadikan Islam satu-satunya alternatif rujukan agar bahaya laten komunis tidak bangkit. Pun agar Kapitalisme sekuler, termasuk Liberalisme sebagai anak cabangnya tersungkur. Menepis jauh prasangka buruk syariah Islam. Mempelajarinya tidak hanya demi individu sholih, tapi tercipta masyarakat hingga negara yang sholih.
(ameera/arrahmah.com)