PARIS (Arrahmah.com) – Ribuan orang menentang pembatasan terkait coronavirus dan turun ke jalan untuk menggelar protes untuk memberi penghormatan kepada George Floyd dan Adama Traore, seorang pria kulit hitam Perancis yang meninggal dalam tahanan polisi.
Gas air mata memenuhi jalan-jalan di Paris ketika polisi anti-huru hara berhadapan dengan pengunjuk rasa di tengah meningkatnya kemarahan global atas kematian Floyd di Amerika Serikat, dan ketidakadilan rasial.
Polisi telah melarang protes tersebut karena adanya aturan pembatasan terkait coronavirus yang melarang pertemuan lebih dari 10 orang.
Para pendemo Perancis berlutut dan mengangkat tinju mereka sementara petugas pemadam kebakaran berjuang untuk memadamkan banyak titik api saat demonstrasi multiras yang damai berubah menjadi tegang, lansir Al Jazeera (2/6/2020).
Ketegangan juga meletus pada protes di kota selatan Marseille.
Banyak dari pengunjuk rasa mendapat inspirasi dari gerakan protes di AS atas pembunuhan polisi terhadap Floyd, seorang pria kulit hitam tak bersenjata, mengacungkan slogan-slogan viral dalam bahasa Inggris seperti “Black Lives Matter” dan “I can’t breathe”.
“Hari ini kita tidak hanya berbicara tentang pertarungan keluarga Traore. Ini adalah perjuangan untuk semua orang. Ketika kita bertarung untuk George Floyd, kita berjuang untuk Adama Traore,” ujar saudara perempuan Adama Assa Traore pada protes tersebut.
“Apa yang terjadi di Amerika Serikat adalah gaung dari apa yang terjadi di Perancis,” tambahnya.
Pada 2016, menyusul perselisihan tentang pemeriksaan identitas, Traore (24), ditangkap di sebuah rumah di mana ia bersembunyi setelah pengejaran selama 15 menit.
Dia kehilangan kesadaran dalam kendaraan mereka dan meninggal di kantor polisi terdekat. Dia masih diborgol ketika paramedis tiba.
Jumat lalu, para ahli medis Perancis membebaskan tiga petugas polisi, menepis laporan medis oleh keluarga pemuda itu yang mengatakan dia meninggal karena sesak napas.
Itu adalah laporan resmi ketiga untuk membersihkan para petugas.
Menambah kontroversi, penyelidikan baru yang ditugaskan oleh keluarga Traore mengatakan pada Selasa bahwa kematiannya disebabkan oleh teknik penangkapan yang digunakan oleh petugas.
Kepala polisi Paris Didier Lallement menulis surat kepada petugas polisi untuk membela mereka, bersimpati dengan “rasa sakit” yang harus dirasakan oleh petugas yang “dihadapkan dengan tuduhan kekerasan dan rasisme, diulang tanpa henti oleh jaringan sosial dan kelompok aktivis tertentu”.
Pasukan kepolisian Paris “tidak kejam, tidak juga rasis, mereka bertindak dalam kerangka hak untuk kebebasan bagi semua orang,” ia menegaskan dalam email ke 27.500 penegak hukum kota. (haninmazaya/arrahmah.com)