KABUL (Arrahmah.com) – Sebuah serangan bom mobil yang menargetkan instalasi badan intelijen Afghanistan di provinsi Ghazni timur telah menewaskan sedikitnya tujuh orang dan melukai 40 lainnya, kata seorang pejabat.
“Para ‘teroris’ telah menggunakan humvee dalam serangan mereka. Mereka telah menargetkan unit Direktorat Keamanan Nasional di kota Ghazni,” Wahidullah Jumazada, juru bicara gubernur, mengatakan kepada kantor berita AFP, Senin (18/5/2020).
“Sebagian besar korban adalah personel intelijen,” tambah Jumazada.
Kementerian dalam negeri di Kabul dan seorang pejabat kesehatan di Ghazni juga mengkonfirmasi serangan itu.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan kelompoknya berada di belakang serangan di provinsi Ghazni, kubu Taliban.
Ibukota provinsi, juga disebut Ghazni, sempat jatuh di bawah kendali Taliban dua kali dalam beberapa tahun terakhir. Provinsi tersebut di masa lalu telah menjadi tempat banyak serangan besar-besaran terhadap pasukan Afghanistan dan NATO.
Serangan itu terjadi sehari setelah Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan saingan politiknya, Abdullah Abdullah, menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan, dua bulan setelah keduanya menyatakan diri mereka pemenang pemilihan presiden September lalu.
Kesepakatan politik akan melihat Ghani tetap menjadi presiden negara yang dilanda perang sementara Abdullah akan memimpin Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional negara itu.
Ghani dan Abdullah, yang mengadakan upacara pelantikan paralel pada bulan Maret, telah terkunci dalam perebutan kekuasaan sejak pemilihan. Perselisihan itu mendorong pemerintah Trump mengumumkan bahwa negara Paman Sam akan memotong $ 1 miliar bantuan bagi Afghanistan jika kedua pemimpin tidak menyelesaikan perbedaan mereka.
Perjanjian damai antara AS dan Taliban, yang ditandatangani pada 29 Februari, menyerukan pasukan Amerika dan NATO untuk meninggalkan Afghanistan. Hal itu dilihat pada saat itu sebagai peluang terbaik Afghanistan untuk perdamaian, setelah beberapa dekade perang.
Sejak penandatanganan, AS mengklaim telah berusaha menempatkan Taliban dan pemerintah Afghanistan untuk memulai negosiasi intra-Afghanistan, tetapi kekacauan politik dan kepicikan pribadi antara Ghani dan Abdullah dinilai menghambat pembicaraan. Negosiasi yang rencananya akan berlangsung di bulan Maret itu tidak pernah terjadi. (Althaf/arrahmah.com)