WASHINGTON (Arrahmah.com) – Militer Amerika Serikat pada Senin (10/2/2020) mengungkapkan lompatan lebih dari 50 persen dalam kasus cedera otak traumatis yang berasal dari serangan rudal Iran di sebuah pangkalan di Irak bulan lalu, dengan jumlah anggota yang didiagnosis naik menjadi lebih dari 100.
Tidak ada pasukan AS yang terbunuh atau mengalami cedera tubuh ketika Iran menembakkan rudal ke pangkalan Ain Al-Assad di Irak sebagai balasan atas pembunuhan AS terhadap komandan Iran Qassem Soleimani dalam serangan pesawat tak berawak di bandara Baghdad pada 3 Januari.
Serangan-serangan rudal itu mengakhiri spiral kekerasan yang telah dimulai pada akhir Desember. Kedua belah pihak telah menahan diri dari eskalasi militer lebih lanjut, lansir Al Jazeera.
Kantor berita Reuters pertama kali melaporkan pada Senin (10/2) bahwa ada lebih dari 100 kasus cedera otak traumatis, naik dari 64 kasus yang dilaporkan bulan lalu.
Pentagon, dalam sebuah pernyataan, mengklaim bahwa sejauh ini 109 anggota layanan AS telah didiagnosis dengan cedera otak traumatis ringan. Ia menambahkan bahwa 76 dari mereka telah kembali bertugas.
Militer AS sebelumnya memperkirakan akan adanya peningkatan jumlah korban beberapa minggu setelah serangan itu, karena gejalanya dapat memakan waktu untuk bermanifestasi dan pasukan kadang-kadang membutuhkan waktu lebih lama untuk melaporkannya.
Jenderal Angkatan Darat Mark Milley, ketua Kepala Staf Gabungan, mengatakan bulan lalu bahwa anggota layanan yang menderita cedera otak traumatis telah didiagnosis dengan kasus-kasus ringan. Dia menambahkan bahwa diagnosis dapat berubah seiring waktu.
Gejala termasuk sakit kepala, pusing, sensitivitas terhadap cahaya dan mual. (haninmazaya/arrahmah.com)