BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA, sangat menyayangkan rilis indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) 2019 yang disampaikan oleh Menteri Agama (menag) RI di kantor Kementerian Agama RI Jakarta Pusat (Rabu, 11/12/2019) yang menempatkan Aceh sebagai provinsi urutan terakhir dari 34 provinsi di Indonesia.
Menurut Yusran, pernyataan ini telah melukai perasaan dan hati rakyat Aceh yang mayoritas muslim.
“Secara tidak langsung, pernyataan ini telah menjelekkan umat Islam di Aceh dan syariat Islam yang berlaku di Aceh. Juga menyakiti perasaan umat Islam seluruh Indonesia,” kata Yusran dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/12/2019).
Yusran menilai, pernyataan ini merupakan pelecehan terhadap syariat Islam di Aceh.
“Survei ini telah menyimpulkan bahwa Kerukunan Umat Beragama di Aceh paling buruk di Indonesia. Dengan kata lain, Aceh merupakan provinsi paling intoleran di Indonesia. Ini sama saja menuduh syariat Islam yang selama ini diberlakukan di Aceh telah menciptakan sikap intoleran di Aceh. Ini tuduhan dan fitnah yang menjelekkan dan memberikan stigma buruk terhadap syariat Islam di Aceh,” tandasnya.
Yusran juga menegaskan, pernyataan dari rilis kemenag ini tidak benar. Menurutnya, kesimpulan rilis ini tidak didukung oleh data yang valid dan fakta yang ada.
Pembohongan Publik
Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA menyebut pernyataan kemenag jelas pembohongan publik dan penyesatan opini.
Selama ini, ungkapnya, belum pernah terjadi konflik antar umat beragama di Aceh.
“Kami warga Aceh lebih tahu daerah kami daripada orang luar. Dan kami pula yang merasakan Kerukunan Umat Beragama di Aceh,” terangnya.
Faktanya, lanjut Yusran, Aceh merupakan daerah yang paling toleransi terhadap pemeluk agama lain dari dulu masa kerajaan Aceh sampai hari ini.
“Pemeluk agama apapun boleh tinggal di Aceh dan diberi kebebasan beragama dan beribadah sesuai agamanya. Bagi orang luar yang pernah tinggal di Aceh pasti mengetahui Kerukunan Umat Beragama berjalan dengan baik dan paling toleran,” tutur Alumni Fakultas Syari’ah Universitas Islam Madinah Arab Saudi ini.
Meskipun umat Islam di Aceh mayoritas dan syariat Islam diberlakukan di Aceh, namun tidak mengganggu ibadah umat lain dan tidak ada pemaksaan agama.
Konflik antar beragama pun tidak pernah terjadi. Kalaupun ada, sangat jarang dan itupun hanya terjadi di daerah perbatasan yang membangun tempat ibadah ilegal seperti kasus di Singkil beberapa tahun yang lalu.
“Maka tidak bisa dikatakan Aceh sebagai provinsi paling buruk dalam Kerukunan Umat Beragama,” tegasnya.
Pernyataan yang ngawur dan aneh
Lebih lanjut, Yusran menyebut penyataan kemenag ngawur dan aneh. Selama ini, syariat Islam yang berlaku di Aceh justru telah memberikan kenyamanan kehidupan dan kerukunan antar umat beragama.
Menurutnya, hal ini telah diakui oleh para pemeluk agama lain.
“Syariat Islam justru mengajarkan kita untuk toleransi dengan pemeluk agama lain dalam konteks muamalah (hubungan manusia) dan kebebasan beragama serta menjalankan ibadah sesuai agamanya,” jelas Yusran
Yusran mengungkapkan, kehidupan beragama di Aceh berjalan dengan baik dan harmonis.
“Tidak ada konflik atau keributan yang bermotif agama dari dulu sampai hari ini. Selama ini para pemeluk agama saling menghormati dan menghargai,” jelasnya.
(ameera/arrahmah.com)