Hong Kong (Arrahmah.com) -Yuli Riswati (39), Jurnalis Muslimah asal Indonesia di Hong Kong, mengungkapkan bahwa ia dipaksa bugil oleh aparat Imigrasi Castle Peak Bay, Hong Kong. Ia ditahan lebih dulu sebelum dideportasi, dan dipaksa bugil dengan alasan untuk pemeriksaan kesehatan.
Yuli, yang merangkap asisten rumah tangga di Hong Kong, menuturkan bahwa ia ditahan pada tanggal 23 November 2019 lalu. Karena masa berlaku visa yang dimilikinya sudah habis sejak 27 Juli 2019 silam,
Kemudian, pada tanggal 4 November ia ditahan di imigrasi selama 29 hari dan merasa depresi. Yuli mengungkapkan alasan dirinya depresi, karena ia dipaksa untuk membuka seluruh pakaiannya di hadapan dokter laki-laki dengan alasan untuk pemeriksaan kesehatan.
“Mereka (petugas imigrasi) memerintahkan saya untuk membuka baju dengan alasan pemeriksaan kesehatan. Saya langsung ketakutan ketika tahu bahwa dokter yang memeriksa ternyata laki-laki,” kata Yuli, Senin (9/12/2019), lansir South China Morning Post.
Dalam keyakinan Islam, lanjut Yuli, tubuh seorang perempuan haram dilihat oleh lelaki diluar keluarganya. Namun ia dipaksa mereka untuk membuka baju. Padahal dirinya seorang muslimah, sangat memalukan melakukan itu dihadapan lelaki yang bukan muhrimnya.
Sementara itu, Koordinator Federasi Asisten Rumah Tangga Internasioanal, Fish Ip Pui-yu, mengatakan bahwa pekerja migran yang terlambat memperbaharui visa bisa meminta pada majikannya untuk memberikan pernyataan tertulis atau menyerahkan salinan kontrak kerja kepada imigrasi. Majikan Yuli sudah melakukan itu tetapi aparat tetap menahannya.
Saat ditanya, pihak imigrasi Hong Kong tidak memberikan komentar dan hanya mengatakan mereka menjalankan sesuai aturan di CIC yang berlaku bagi semua orang.
Dalam aksi solidaritas atas deportasi Yuli, para demonstran mendesak pemerintah Hong Kong untuk menghargai para pekerja migran yang menjadi asisten rumah tangga untuk berhak menyuarakan aspirasi dan ikut serta dalam kegiatan politik.
Dalam aksi tersebut mereka meneriakkan slogan “Kami mendukung Yuli”. Yuli sempat menangis atas dukungan yang mereka berikan terhadap dirinya.
“Kita saat ini seperti satu keluarga. Saya harap kalian bisa mendukung seluruh teman-teman saya. Banyak warga minoritas yang dilecehkan CIC,” ujarnya.
Menurut para demonstran, pemerintah Hong Kong mendeportasi Yuli karena menulis soal gejolak politik di wilayah itu dalam situs berita Migran Pos yang diluncurkan pada Maret lalu. Mereka juga mempertanyakan mengapa aparat imigrasi menahannya hampir sebulan.
(ameera/arrahmah.com)