JAKARTA (Arrahmah.com) – Kemenag memerintahkan agar seluruh konten khilafah dan jihad yang terdapat pada materi ujian di madrasah ditarik atau diganti.
Hal ini sesuai ketentuan regulasi penilaian yang diatur pada SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 3751, Nomor 5162 dan Nomor 5161 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MA, MTs, dan MI.
Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah pada Kementerian Agama (Kemenag), Umar, mengungkapkan bahwa yang dihilangkan sebenarnya bukan hanya materi khilafah dan perang, tapi juga materi yang berbau ke kanan-kananan atau ke kiri-kirian dihilangkan.
Dia menjelaskan, setiap materi ajaran yang berbau tidak mengedepankan kedamaian, keutuhan dan toleransi juga dihilangkan untuk mengedepankan pada Islam wasathiyah.
Menurutnya, dulu Rasulullah mengajarkan semangat perjuangan. Tapi semangat perjuangan dalam konteks saat ini tidak lagi model perjuangan perang.
“Nanti dalam sejarah kebudayaan Islam tetap membahas Rasul pernah berperang,” terangnya, sebagaimana dilansir Republika.co.id.
Perang memang bagian dari sejarah kehidupan Rasul, kata Umar, tapi Rasul tidak hanya berperang saja.
“Tetapi justru yang kita ungkap banyak nanti aspek kehidupan Rasul yang menjaga perdamaian yang madani,” terangnya.
Umar mengatakan, perjuangan Rasul membangun masyarakat madani yang dikembangkan. Pokoknya tetap ada tentang perang tapi tidak dominan. Sehingga tidak mengesankan Rasul hanya melakukan perang saja.
Dia menegaskan, memang Rasul pernah berperang tapi bukan hanya perang saja yang dilakukan Rasulullah semasa hidupnya.
“Rasul pernah berperang iya, tetapi Rasul bukan hanya berperang saja, dan kalau Rasul berperang bukan berarti Islam didakwahkan dengan cara keras,” jelasnya.
Umar menambahkan, yang ingin dikedepankan oleh Kemenag adalah Rasul yang membangun masyarakat madani. Supaya dapat dipahami pentingnya menjaga perdamaian dan toleransi. Sebab Rasul dengan umat-umat agama lain juga toleransi.
Oleh kerena itu, semua buku-buku ajar di MI, MTs, dan MA berorientasi pada penguatan karakter, ideologi Pancasila, dan anti korupsi. Paling utama mengajarkan Islam wasathiyah.
“Jadi kita ini menyiapkan generasi yang akan datang generasi yang betul-betul bisa menjaga perdamaian, persatuan dan toleransi demi keutuhan NKRI dan kejayaan Islam di Indonesia,” lanjutnya.
Umar mengingatkan, di Indonesia khilafah ditolak, maka tidak mungkin mengajarkan materi yang konteksnya membangun khilafah yang bertentangan dengan Indonesia.
“Apakah kemudian pemerintahan Islam (khilafah) enggak diajarkan? Ya tentu nanti ada porsi (pelajaran tentang) membangun peradaban dan pemerintahan, tapi yang sesuai dengan negara kita Indonesia,” jelasnya.
(ameera/arrahmah.com)