DEN HAG (Arrahmah.com) – Gambia akan membuka kasusnya melawan Myanmar di depan pengadilan tinggi PBB pada bulan Desember dengan menuduh negara yang sebagian besar penduduknya beragama Buddha itu melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya, kata pengadilan Senin (18/11/2019).
Negara kecil dengan mayoritas Muslim di Afrika itu akan meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk membuat perintah darurat demi melindungi Rohingya, sambil menunggu keputusan apakah akan menangani kasus yang lebih luas.
Kasus yang diajukan Gambia di ICJ menuduh Myanmar melanggar Konvensi Genosida PBB 1948 melalui kampanye militer brutal yang menargetkan minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine.
ICJ mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya “akan mengadakan audiensi publik dalam kasus ini” mulai 10 hingga 12 Desember. “Sidang akan ditujukan untuk permintaan indikasi tindakan sementara yang diajukan oleh Republik Gambia,” tambahnya.
Gambia mengatakan sedang mengajukan kasus atas nama 57 negara Organisasi Kerjasama Islam.
Sekitar 740.000 Rohingya terpaksa mengungsi ke kamp-kamp yang luas di Bangladesh setelah penumpasan brutal militer 2017, dalam kekerasan yang oleh para penyelidik PBB katakan sebagai genosida.
Pengacara Gambia mengatakan ingin ICJ mengumumkan langkah darurat “untuk melindungi Rohingya dari bahaya lebih lanjut.”
Kasus ini akan menjadi upaya hukum internasional pertama untuk membawa Myanmar ke pengadilan atas tuduhan kejahatan terhadap Rohingya, dan merupakan contoh langka dari sebuah negara yang menuntut negara lain atas masalah yang tidak secara langsung menimpa diri mereka.
ICJ didirikan pada 1946 setelah Perang Dunia II untuk mengadili dalam perselisihan antara negara-negara anggota PBB.
Secara terpisah, Pengadilan Pidana Internasional (ICC) – pengadilan lain yang bermarkas di Den Haag yang didirikan pada 2002 untuk menyelidiki kejahatan perang – pada Kamis pekan lalu memberi wewenang kepada kepala jaksa penuntut untuk meluncurkan penyelidikan penuh atas penganiayaan terhadap Rohingya.
Sementara itu kelompok-kelompok HAM mengajukan gugatan terpisah atas Rohingya di Argentina di mana mantan ikon demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi secara pribadi disebut sebagai salah satu pelakunya.
Myanmar telah berulang kali membela tindakan keras terhadap Rohingya sebagaimana diperlukan untuk membasmi gerilyawan.
Myanmar belum bereaksi terhadap kasus ICJ, tetapi mengatakan pekan lalu bahwa penyelidikan ICC “tidak sesuai dengan hukum internasional.”
Myanmar bukan anggota ICC, tetapi pengadilan mengatakan mereka dapat bertanggung jawab atas kejahatan yang mempengaruhi tetangga Bangladesh. (Althaf/arrahmah.com)