JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau para pejabat tak memakai salam pembuka semua agama saat sambutan resmi. Imbauan ini terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori.
Saat dikonfirmasi, Kiai Somad, sapaan akrabnya, membenarkan surat imbauan ini. Hal ini merupakan salah satu hasil dari Rakernas MUI di Nusa Tenggara Barat beberapa waktu lalu.
Menurut Kiai Somad, dalam Islam, salam diartikan sebagai doa. Sedangkan doa merupakan ibadah. Untuk itu, tak baik jika mencampuradukkan ibadah satu dengan yang lain.
“Jadi begini, kami menandatangani atau membuat seruan itu karena doa itu adalah ibadah, misalnya saya terangkan salam, Assalamualaikum itu doa, salam itu termasuk doa dan doa itu ibadah,” kata Kiai Somad kepada detikcom di Surabaya, Ahad (10/11/2019).
Menanggapi hal ini, MUI Pusat menyambut baik imbauan MUI Jawa Timur agar para pejabat tak memakai salam pembuka semua agama saat sambutan resmi. MUI menilai, dengan imbauan tersebut, umat Islam menjadi tercerahkan mengenai bagaimana harus bersikap.
“Saya melihat imbauan tersebut sudah tepat dan sudah sesuai dengan ketentuan Al-Quran dan hadis. Karena di dalam Islam di dalam setiap doa itu, selain ada dimensi muamalah atau hubungan kepada sesama juga. Sangat sarat dengan dimensi teologis dan ibadah,” ungkap Sekjen MUI Anwar Abbas dalam keterangan tertulis, Senin (11/11).
Oleh karena itu, kata dia, seorang muslim harus berhati-hati di dalam berdoa, jangan sampai dia melanggar ketentuan yang ada.
“Karena ketika dia berdoa maka dia hanya akan berdoa dan akan meminta pertolongan dalam doanya tersebut hanya kepada Allah saja dan tidak boleh kepada lainnya,” tegasnya.
“Karena kalau kita keluar dari ketentuan tersebut maka seperti yang terdapat dalam salah satu ayat dalam Al-Quran. Dikatakan bahwa yang bisa mengabulkan doa dari seseorang itu adalah hanya Allah,” lanjutnya.
Oleh karena itu, lanjut Ketua PP Muhammadiyah ini, apabila ada orang Islam berdoa selain kepada Allah, akan ada konsekuensinya. Yakni, murka Allah.
“Dan orang yang beriman kepada Allah berdoa dan meminta pertolongan kepada selain Allah, maka murka Tuhan pasti akan menimpa diri mereka,” jelas dia.
Anwar menambahkan, oleh karena itu seorang muslim dalam berdoa tidak boleh meminta tolong kepada selain Allah atau kepada Tuhan dari agama lain.
“Cara-cara berdoa seperti ini jelas saja boleh, apalagi UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2 telah jelas-jelas menjamin kita untuk beribadah dan berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan yang kita anut,” jelas Anwar yang merupakan petinggi Muhammadiyah itu.
Anwar juga menegaskan, masing-masing agama memiliki ajaran dan sistem kepercayaan sendiri-sendiri. Konsekuensinya, untuk terciptanya kerukunan maka tidak boleh memaksakan kepercayaan suatu agama. Termasuk cara beribadah dan mengucapkan salam yang ada dalam suatu agama kepada pengikut agama lain.
Berikut isi lengkap surat imbauan MUI Jatim :
TAUSHIYAH MUI PROVINSI JAWA TIMUR TERKAIT DENGAN FENOMENA PENGUCAPAN SALAM LINTAS AGAMA
DALAM SAMBUTAN-SAMBUTAN DI ACARA RESMI
Bahwa akhir-akhir ini berkembang kebiasaan, seseorang dalam membuka sambutan atau pidato di acara-acara resmi sering kali menyampaikan salam atau kalimat pembuka dari semua agama. Hal ini muncul dilandasi motivasi untuk meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama agar terjalin lebih harmonis sehingga dapat memperkokoh kesatuan bangsa dan keutuhan NKRI. Namun demikian, mengingat bahwa ucapan salam mempunyai keterkaitan dengan ajaran yang bersifat ibadah, maka Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur merujuk pada rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI 11-13 Oktober 2019 di Nusa Tenggara Barat, perlu menyampaikan taushiyah dan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1. Bahwa agama adalah sistem keyakinan yang didalamnya mengandung ajaran yang berkaitan dengan masalah aqidah dan sistem peribadatan yang bersifat eksklusif bagi pemeluknya, sehingga meniscayakan adanya perbedaan-perebedaan antara agama satu dengan agama yang lain.
2. Dalam kehidupan bersama di suatu masyarakat majemuk, lebih-lebih Indonesia yang mempunyai semboyan Bhinneka tunggal ika, adanya perbedaan-perbedaan menuntut adanya toleransi dalam menyikapi perbedaan.
3. Dalam mengimplementasikan toleransi antar umat beragama, perlu ada kriteria dan batasannya agar tidak merusak kemurnian ajaran agama. Prinsip tolerasi pada dasarnya bukan menggabungkan, menyeragamkan atau menyamakan yang berbeda, tetapi toleransi adalah kesiapan menerima adanya perbedaan dengan cara bersedia untuk hidup bersama di masyarakat dengan prinsip menghormati masing-masing fihak yang berbeda.
4. Islam pada dasarnya sangat menjunjung tinggi prinsip toleransi, yang antara lain diwujudkan dalam ajaran tidak ada paksaan dalam agama (QS. al-Baqarah [2]: 256); prinsip tidak mencampur aduk ajaran agama
dalam konsep “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku sendiri” (QS. al-Kafirun [109]: 6), prinsip kebolehan berinteraksi dan berbuat baik dalam lingkup muamalah (QS. al-Mumtahanah [60]: 8), dan prinsip berlaku adil kepada siapap un (QS. al-Ma’idah [8]: 8)
5. Jika dicermati, salam adalah ungkapan do’a yang merujuk pada keyakinan dari agama tertentu. Sebagai contoh, salam umat Islam, “Assalaamu’alaikum” yang artinya “semoga Allah mencurahkan keselamatan kepada kalian”. Ungkapan ini adalah doa yang ditujukan kepada Allah Swt, Tuhan yang Maha Esa, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Salam umat Budha, “Namo buddaya artinya terpujilah Sang Budha, satu ungkapan yang tidak terpisahkan dengan keyakinan umat Budha tentang Sidarta Gautama. Ungkapan pembuka dari agama Hindu, “Om swasti astu” Om, adalah panggilan umat Hindu khususnya di Bali kepada Tuhan yang mereka yakini yaitu “Sang Yang Widhi”. Om”
Seruan ini untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan yang tidak lain dalam keyakinan Hindu adalah Sang Yang Widhi tersebut. Lalu kata swasti, dari kata su yang artinya baik, dan asti artinya bahagia. Sedangkan Astu artinya semoga. Dengan demikian ungkapan Om swasti astu kurang lebih artinya, “semoga Sang Yang Widhi mencurahkan
kebaikan dan kebahagiaan”.
6. Bahwa doa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah. Bahkan di dalam Islam doa adalah inti dari ibadah. Pengucapan salam pembuka menurut Islam bukan sekedar basa basi tetapi do’a.
7. Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid’ah yang tidak pernah ada di masa yang lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari.
8. Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur menyerukan kepada umat Islam khususnya dan kepada pemangku kebijakan agar dalam persoalan salam pembuka dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Untuk umat Islam cukup mengucapkan kalimat, “Assalaamu’alaikum. Wr. Wb.” Dengan demikian bagi umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya.
Demikian taushiyah atau pokok-pokok pikiran dari MUI Provinsi Jawa Timur.
(ameera/arrahmah.com)