JAKARTA (Arrahmah.com) – Pengurus Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor menyatakan tidak mau ikut lagi memerangi paham “radikal” (radikalisme) setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi sebagai menteri agama (menag).
Ketua Bidang Kajian Strategis Pengurus Pusat GP Ansor, Mohammad Nuruzzaman mengungkapkan, selama ini GP Ansor dan Banser berjuang menangkal radikalisme dan minimnya kehadiran negara.
Mulai saat ini, lanjutnya, GP Ansor tidak akan lagi mengurusi persoalan radikalisme dan menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah.
“Ansor, Banser akan kembali ke barak melakukan konsolidasi internal penguatan kaderisasi, nah urusan radikalisme kita serahkan ke negara dan tidak akan ikut-ikut lagi urusan itu,” ujarnya, Rabu (24/10/2019).
Menurutnya, pembentukan kabinet Jokowi kali ini dinilai tepat terlebih banyak menteri diminta untuk mengurusi tugas khusus terkait penanganan “radikalisme”.
“Misal Menko Polhukan dapat tugas khusus radikalisme, Menhan juga radikalisme, dan Kementerian Agama juga dari tentara ditugaskan khusus melawan radikalisme. Nah, kami apresiasi karena mereka konsen terhadap radikalisme di Indonesia,” katanya.
Nuruzzaman mengaku tak ingin ikut dalam perdebatan seputar Menag yang bukan dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Menurutnya, pemilihan menteri merupakan hak presiden.
Apalagi, lanjutnya, Menag saat ini memiliki tugas khusus untuk menangkal radikalisme, sehingga dengan pemilihan Fachrul Razi yang memiliki latar belakang militer cocok menangani persoalan tersebut.
Sebelumnya, PBNU mengaku mendapatkan banyak protes kekecewaan dari para kiai di daerah terkait penunjukan Jenderal (Purn) TNI Fachrul Razi sebagai menteri agama.
“Saya dan pengurus lainnya banyak mendapat pertanyaan terkait menteri agama. Selain pertanyaan, banyak kiai dari berbagai daerah yang menyatakan kekecewaannya dengan nada protes,” ujar Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU KH Robikin Emhas di Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Menurut Robikin, para kiai paham Kemenag harus berada di garda depan dalam mengatasi radikalisme berbasis agama. Namun, para kiai tak habis mengerti terhadap pilihan yang ada.
(ameera/arrahmah.com)