KENDARI (Arrahmah.com) – Sebanyak 52 pengacara siap membela Irma Purnama Dewi Nasution yang terancam berurusan dengan hukum atas komentarnya di sosial media tentang penusukan Menko Polhukam Wiranto.
Komentar Irma juga berdampak terhadap karir sang suami, Kolonel Inf Hendi Suhendi yang dicopot dari jabatan Dandim 1417 Kendari.
Seperti dilansir Kendari Pos, Ketua Tim Kuasa Hukum Irma, Supriadi mengatakan, meski Irma belum dilaporkan ke polisi, namun ia bersama 51 pengacara berinisiatif memberikan pendampingan guna memberikan kepastian hukum kepada yang bersangkutan.
Apalagi saat ini lanjutnya, belum dapat dipastikan apakah cuitan kliennya berhubungan dengan insiden yang menimpa Wiranto. Sebab Irma tidak menyebut nama atau individu.
“Mengacu undang-undang informasi dan transaksi elektronok (ITE), pencemaran nama baik atau penghinaan harus memenuhi unsur-unsurnya. Sedangkan unggahan kliennya, tidak ada nama atau objek hukum yang disebut,” ungkapnya, Ahad (13/10/2019).
Pada Sabtu (12/10), Irma mendampingi suaminya, Kolonel Kav Hendi Suhendi, dalam serah terima jabatan (sertijab) Komandan Kodim (Dandim) 1417/HO Kendari di Aula Manunggal Korem 143/HO Kendari.
Hendi digantikan Kolonel Infanteri Alamsyah yang sebelumnya menjabat staf khusus Pangdam XIV/Hasanuddin Makassar. Tidak hanya dicopot, Hendi juga bakal berurusan dengan peradilan militer karena dianggap melanggar hukum disiplin (kumplin).
Pangdam XIV/Hasanuddin Makassar Mayjen TNI Surawahadi mengatakan, Kolonel Hendi akan dikenai kumplin, yakni penahanan 14 hari.
Sementara itu, peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengatakan, kasus pencopotan dua anggota TNI akibat postingan istri mereka harus mengutamakan asas praduga tak bersalah. Menurut dia, seharusnya ada penyelidikan terlebih dahulu sebelum pemberian hukuman disiplin.
Khairul menuturkan, perdebatan publik soal pencopotan Kolonel Hendi Suhendi yang menjabat Dandim Kendari bisa dipahami. Sebab, belum ada tindakan penegakan hukum apa pun di samping unggahan yang juga tak menyebutkan Wiranto.
Ia melanjutkan, secara normatif, dipertanyakan sebenarnya apa ada tanggung renteng selain dalam urusan utang-piutang. Apalagi istri kedua prajurit sebenarnya berstatus sipil dengan segala hak sipil yang melekat, termasuk hak politik dan kewajiban untuk mematuhi segala hukum yang berlaku.
Khairul menilai, kasus pencopotan Dandim Kendari ini menunjukkan bahwa peraturan disiplin militer sarat dengan ketentuan-ketentuan karet, multitafsir, dan sangat mungkin digunakan untuk tidak saja mengelola kepatuhan.
Lebih dari itu, lanjutnya, dapat digunakan untuk menakut-menakuti dan mengintimidasi prajurit dan keluarganya, serta menganggap keluarga prajurit (sipil sekalipun) adalah subordinat TNI.
(ameera/arrahmah.com)