NEW YORK (Arrahmah.com) – Seorang aktivis anti rasis PBB mengkritik pelarangan burka atau niqab yang baru-baru ini diimplementasikan di Belanda. Menurutnya, peraturan semacam itu “tidak memiliki tempat” dalam masyarakat yang toleran.
Adalah Tendayi Achiume, seorang pelapor untuk Dewan Hak Asasi Manusia PBB, mengatakan pada Senin (7/9/2019) bahwa wanita Muslim yang mengenakan penutup wajah atau burka melaporkan bahwa ia lebih sering mengalami pelecehan sejak undang-undang tersebut mulai berlaku pada 1 Agustus. Larangan itu disahkan oleh parlemen pada tahun 2018, dan membuatnya ilegal untuk memakai penutup wajah di gedung-gedung publik dan di transportasi.
“Undang-undang ini tidak memiliki tempat dalam masyarakat yang bangga mempromosikan kesetaraan gender,” kata Achiume dalam sebuah laporan setelah perjalanan pencarian fakta selama seminggu ke Belanda, sebagaimana dilansir Daily Sabah.
“Debat politik seputar adopsi undang-undang ini memperjelas target penargetan wanita Muslim, dan bahkan jika penargetan ini bukan maksudnya, itu pastilah efeknya,” katanya.
Achiume mengatakan larangan itu mencerminkan “konsolidasi Islamofobia” yang lebih luas di Belanda.
Di bawah larangan itu orang harus dikenali di ruang publik, jadi itu juga berlaku untuk helm atau tudung yang menutupi wajah, dan dapat dihukum dengan denda 150 euro setara 165 USD.
Politisi sayap kanan dan anti-Islam Geert Wilders telah mengusulkan larangan berjilbab yang menutupi wajah pada tahun 2005.
“Paradoks di Belanda adalah bahwa desakan, kesetaraan dan toleransi sebenarnya sudah ada, namun pada kenyataanya ia berperan sebagai penghalang untuk mencapai kesetaraan dan toleransiyang sesungguhnya,” katanya. (rafa/arrahmah.com)