BOULKESSI (Arrahmah.com) – Sedikitnya 25 tentara Mali telah terbunuh dan banyak yang masih menghilang setelah para pejuang yang mengendarai kendaraan bersenjata berat menyerbu dua kamp tentara di wilayah Mopti tengah, menurut juru bicara pemerintah.
Yaya Sangare mengumumkan jumlah korban dalam sebuah pernyataan Selasa malam.
“Empat tentara terluka, sekitar 60 hilang dan ada peralatan berat yang hilang,” katanya seperti dilansir Al Jazeera (2/10/2019).
Serangan itu dimulai pada Ahad malam, menargetkan kamp-kamp militer di Boulkessi dan Mondoro, dekat perbatasan dengan Burkina Faso. Pangkalan-pangkalan itu adalah rumah bagi batalion Mali dari Pasukan regional G5 Sahel.
Sangare mengatakan tentara Mali telah melancarkan operasi “untuk menetralisir para penyerang”, bersama dengan pasukan dari negara tetangga Burkina Faso, yang didukung oleh pasukan Perancis yang ditempatkan di wilayah tersebut.
Tentara Mali mengklaim bahwa mereka dapat menduduki kembali kamp di Boulkessi, dan setidaknya 15 penyerang tewas dan lima kendaraan mereka hancur, tambahnya.
Sebuah sumber militer Mali mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa perburuan sedang dilakukan untuk menemukan pasukan yang hilang.
“Operasi untuk mengamankan daerah itu sedang berlangsung bersama mitra Mali,” kata sumber yang tidak disebutkan namanya itu. “Tujuan kami adalah untuk mengonsolidasikan kehadiran kami di Boulkessi dan untuk fokus pada tentara yang saat ini tidak ada kabar beritanya.”
Ini merupakan pukulan besar bagi tentara Mali, yang sedang memerangi kelompok-kelompok yang terkait dengan Al-Qaeda dan Daulah Islamiyah (ISIS).
Belum ada klaim tanggung jawab dari kelompok manapun atas serangan tersebut.
Mali, di Afrika Barat, telah terlibat konflik sejak 2012. Baru-baru ini, kekerasan telah pindah ke pusat negara, di mana kekerasan antara petani dan penggembala juga melonjak tahun ini.
Pada 17 Maret, pasukan Mali kehilangan hampir 30 orang dalam serangan di sebuah kamp di Dioura, juga di wilayah tengah yang bermasalah.
Pasukan militer multi-nasional di wilayah Sahel, yang didukung oleh Perancis, mulai beroperasi pada tahun 2017 dalam upaya untuk mengusir kembali kelompok-kelompok bersenjata. Pasukan G5 Sahel merupakan pasukan gabungan yang terdiri dari Mali, Niger, Chad, Burkina Faso, dan Mauritania. (haninmazaya/arrahmah.com)