SURABAYA (Arrahmah.com) – Gemuruh takbir sesekali menggema di Aula Serba Guna Pondok Pesantren Hidayatullah (PPH) Surabaya, Jawa Timur. Raut bahagia tampak pada wajah-wajah wisudawan yang berdiri di atas panggung utama.
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Luqman al-Hakim PPH Surabaya menggelar Wisuda Sarjana S1 sekaligus Penugasan Kader Da’i Angkatan ke XVIII, Sabtu (7/9/2019).
STAI Luqman al-Hakim Surabaya merupakan salah satu perguruan tinggi milik Organisasi Masyarakat (Ormas) Hidayatullah.
Selain itu, ada STIE Hidayatullah Depok, Institut Agama Islam Abdullah Said Hidayatullah Batam, STIS Hidayatullah Balikpapan dan STIKMA Hidayatullah Malang.
Selepas prosesi wisuda, dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Lalu pembacaan Surat Keputusan (SK) tentang tempat tugas Kader Da’i di berbagai pelosok negeri, dari Sabang sampai Papua.
Sebanyak 35 sarjana (S1) dari Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) serta Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) dipanggil satu per satu untuk kembali naik panggung. Para kader da’i ini terlihat seragam. Tak lagi mengenakan toga, tapi jubah serta kopiyah berwarna putih.
Sebelum membacakan SK, Muhammad Idris, selaku petugas pembaca SK, terlebih dahulu menampilkan slide yang berisi foto, tempat tanggal lahir, serta motto hidup setiap da’i.
Beberapa kali, pekikan takbir menyambut pembacaan SK penugasan para kader da’i tersebut. Sebab, dengan digelarnya wisuda dan penugasan kader da’i ini, bukan berarti tugas mereka telah usai. Justru penugasan ke pelosok-pelosok negeri adalah awal dari perjuangan mereka dalam mengabdikan diri untuk agama dan bangsa.
Pekikan takbir harapannya menjadi motivasi dan penyemangat yang akan mengantarkan mereka ke tempat tugas masing-masing.
Ketua STAI Luqman al-Hakim PPH Surabaya, Mashud menjelaskan, salah satu tujuan dari didirikannya STAI Luqman al-Hakim adalah, melahirkan dan mencetak kader-kader yang siap ditugaskan kapanpun dan di manapun berada.
STAI Luqman al-Hakim Surabaya fokus pada gerakan Tarbiyah dan Dakwah sebagaimana yang menjadi concern utama dari Ormas Hidayatullah, jelas Mashud.
“Bagi yang tugas di bidang dakwah, mereka mengabdi diri untuk membina dan memberi pencerahan kepada umat. Bagi yang tugas di ranah tarbiyah, ada yang mendirikan sekolah berbasis pesantren, menjadi tenaga pendidik dan sebagainya,” imbuhnya menjelaskan.
Mashud bersyukur, para alumni kampusnya, mulai dari angkatan pertama hingga ketujuh belas telah tersebar ke berbagai daerah guna mentarbiyah umat dan mengemban amanah dakwah.
Pembacaan SK Penugasan 35 Wisudawan STAI Luqman al-Hakim Surabaya angkatan XVIII disertai dengan pengalungan surban kepada masing-masing da’i. Untuk tempat tugas terjauh jatuh kepada Sarman Tanasale, yakni di Kampus Utama Hidayatullah Timika, Papua dan Muhammad Iqbal di Hidayatullah Medan, Sumatera Utara.
Dalam sambutannya, Ketua Umum Dewan Pegurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Nashirul Haq menegaskan, sarjana Hidayatullah yakni STAI Luqman al-Hakim PPH Surabaya harus memiliki idealisme yang tinggi.
Kedua, Nashirul melanjutkan, sarjana-sarjana STAI Luqman al-Hakim PPH Surabaya harus mampu menawarkan pemikiran-pemikiran yang cerdas serta solutif untuk masyarakat dan pemerintah.
“Kemudian, komunikatif. Lewat komunikasi yang baik, sarjana-sarjana Hidayatullah itu harus bisa mempengaruhi dan meyakinkan masyarakat. Menawarkan visi membangun peradaban Islam,” katanya.
Keempat, masih kata Nashirul, sarjana STAI Luqman al-Hakim Surabaya harus mampu bersinergi dengan berbagai kelompok serta menjadi mediator ketika terjadi persoalan di tengah masyarakat. Dan yang terakhir adalah terkait literasi.
“Sebagai seorang akademisi, harus gemar membaca. Bukan sekadar buku-buku yang tipis, tetapi juga gemar membaca buku-buku yang tebal dan juga berbagai macam jurnal,” imbaunya.
Pendiri Hidayatullah, Ustadz Abdullah Said Allahuyarham, kata Nashirul, selalu berpesan kepada santri, dengan ketaatan menunaikan tugas dakwah maka di sana ada doa asatidz dan para orangtua yang tulus meminta agar Allah SWT memudahkan segala urusan kita dalam mengemban amanah dakwah.
“Karena kita tidak bisa hanya mengandalkan intelektualitas atau kemampuan kita, tetapi perlu munajat doa dari para orangtua serta asatidz, sehingga Allah SWT senantiasa ikut terlibat dalam setiap persoalan yang muncul di medan dakwah. Sehingga, kita pun mudah untuk mengatasinya,” tutup Nashirul.
(ameera/arrahmah.com)