TEHERAN (Arrahmah.com) – Iran mengeluarkan ancaman baru pada Senin (2/9/2019) untuk meningkatkan program nuklirnya kecuali negara-negara Eropa membantunya menghindari sanksi AS yang telah mengurangi pendapatannya dari penjualan minyak.
Ketika para diplomat Iran melakukan perjalanan ke Perancis dan Rusia untuk pembicaraan pada menit-menit terakhir, juru bicara pemerintah Iran, Ali Rabiei, mengatakan negaranya akan “mengambil langkah kuat” dari perjanjian nuklirnya dengan kekuatan dunia tahun 2015 jika Eropa tidak dapat menawarkan negara persyaratan baru dengan batas waktu di akhir minggu ini.
Pernyataan Rabiei memperkuat tenggat waktu yang ditetapkan Iran Jumat ini bagi Eropa untuk menawarkannya cara untuk menjual minyak mentahnya di pasar global.
Sanksi AS yang diberlakukan setelah Presiden Donald Trump menarik Amerika dari Rencana Aksi Komprehensif (JCPOA) 2015 untuk mengekang pengembangan nuklir Teheran. Tindakan Trump ini telah menghentikan penjualan minyak Iran.
Rabiei menggambarkan strategi Iran kepada wartawan pada konferensi pers Senin (2/9) di Teheran sebagai “komitmen untuk komitmen.” “Minyak Iran harus dibeli dan uangnya harus dapat diakses untuk kembali ke Iran,” kata Rabiei. “Ini adalah agenda pembicaraan kami.”
“Tidak ada artinya untuk melanjutkan komitmen sepihak pada kesepakatan jika kita tidak menikmati manfaat seperti yang dijanjikan oleh pihak-pihak Eropa dari kesepakatan itu,” Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan setelah pembicaraan di Moskow dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.
Iran akan “memenuhi kewajibannya secara penuh ketika Eropa mematuhi kewajibannya pula secara penuh,” katanya.
Sementara Zarif berada di Moskwa, wakilnya, Abbas Araghchi, melakukan perjalanan ke Paris dengan tim ekonom pada Senin (2/9) dalam dorongan diplomatik yang baru.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan tim pakar sedang bertemu “untuk mencapai penurunan ketegangan.”
Presiden Prancis Emmanuel Macron telah bekerja untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir, dan mengeluarkan undangan kejutan untuk Zarif ke pertemuan puncak G7 bulan lalu di Biarritz. (Althaf/arrahmah.com)