SRINAGAR (Arrahmah.com) – Pasukan keamanan di Kashmir yang diduduki India telah melakukan pemukulan dan penyiksaan segera setelah keputusan pemerintah India untuk melucuti otonomi daerah tersebut.
BBC melaporkan pada Kamis (29/8/2019), mengutip keterangan dari penduduk desa yang mengatakan bahwa mereka dipukuli dengan tongkat dan kabel, dan disetrum.
Warga di beberapa desa menunjukkan luka-lukanya, namun tentara pendudukan India membantah dan mengklaim tuduhan tersebut “tidak berdasar”.
Pembatasan yang belum pernah terjadi sebelumnya telah membuat Kashmir dalam keadaan “terkunci” selama lebih dari tiga minggu dan informasi baru mengalir sejak 5 Agustus ketika Pasal 370 -ketentuan yang memberi status khusus wilayah itu- dicabut.
Puluhan ribu pasukan tambahan telah dikerahkan ke wilayah tersebut dan sekitar 3.000 orang -termasuk para pemimpin politik, pengusaha dan aktivis- dilaporkan telah ditahan. Banyak yang telah dipindahkan ke penjara di luar negara bagian.
Pihak berwenang mengklaim tindakan ini bersifat pre-emptive dan dirancang untuk menjaga hukum dan ketertiban di kawasan itu.
Tentara India telah memerangi pejuang Kashmiri selama lebih dari tiga dekade. India menyalahkan Pakistan karena mengobarkan kekerasan di wilayah itu dengan mendukung militan, tuduhan yang dibantah oleh Pakistan.
Banyak orang di seluruh India menyambut pencabutan Pasal 370 dan memuji Perdana Menteri Narendra Modi karena mengambil keputusan “berani”. Langkah ini juga telah banyak didukung oleh media arus utama.
Reporter BBC mengunjungi sekitar enam desa di distrik selatan dan mendengar cerita bawa banyak orang di desa tersebut yang mengalami pemukulan dan penyiksaan.
Dokter dan pejabat kesehatan tidak mau berbicara dengan wartawan tentang pasien, apa pun penyakitnya, tetapi penduduk desa menunjukkan cedera yang diduga disebabkan oleh pasukan keamanan.
Di satu desa, penduduk mengatakan bahwa tentara pergi dari rumah ke rumah hanya beberapa jam setelah India mengumumkan keputusan kontroversial yang mengubah peraturan di Kashmir.
Dua orang pria mengaku mereka dibangunkan dan dibawa ke daerah luar di mana hampir selusin pria lain dari desa berkumpul. Penduduk desa tidak ingin mengungkapkan identitas mereka karena takut akan pembalasan.
“Mereka memukuli kami. Kami bertanya kepada mereka: ‘Apa yang telah kami lakukan? Anda dapat bertanya kepada penduduk desa apakah kami berbohong, apakah kami telah melakukan kesalahan?’ Tetapi mereka tidak ingin mendengar apa pun, mereka tidak mengatakan apa-apa, mereka terus memukuli kami,” ujar salah satu dari korban.
“Mereka memukuli setiap bagian tubuh saya. Mereka menendang kami, memukul kami dengan tongkat, memberi kami kejutan listrik, memukul kami dengan kabel. Mereka memukul kami di bagian belakang kaki. Ketika kami pingsan mereka memberi kami kejutan listrik untuk membangunkan kami. Ketika mereka memukul kami dengan tongkat dan kami berteriak, mereka menutup mulut kami dengan lumpur.”
“Kami mengatakan kepada mereka bahwa kami tidak bersalah. Kami bertanya mengapa mereka melakukan ini? Tetapi mereka tidak mendengarkan kami. Saya mengatakan kepada mereka jangan memukuli kami, tembak saja kami. Saya meminta Tuhan untuk mengambil saya, karena penyiksaan itu tak tertahankan.”
Seorang warga desa lainnya, seorang pemuda, mengatakan pasukan keamanan terus memintanya untuk “memberi nama pelontar batu” -merujuk pada sebagian besar pemuda yang dalam dekade terakhir menggelar protes di Lembah Kashmir.
Dia mengatakan bahwa dia tidak tahu, lalu para tentara memerintahkan dia untuk melepas kacamata, pakaian, dan sepatu.
“Begitu saya menanggalkan pakaian saya, mereka memukuli saya tanpa ampun dengan tongkat selama hampir dua jam. Setiap kali saya jatuh pingsan, mereka memberi saya kejutan untuk menghidupkan saya kembali,” ujarnya.
Pria muda itu menambahkan bahwa para prajurit mengatakan kepadanya untuk memperingatkan semua orang di desanya bahwa jika ada yang berpartisipasi dalam protes melawan pasukan, mereka akan menghadapi dampak yang sama.
Semua orang percaya bahwa pasukan keamanan melakukan ini untuk mengintimidasi penduduk desa sehingga mereka terlalu takut untuk memprotes.
Di satu desa, seorang pria berusia awal 20-an, mengatakan tentara mengancam akan menjebaknya jika dia tidak menjadi informan melawan militan. Ketika dia menolak, dia dipukuli dengan sangat buruk sehingga dua minggu kemudian dia masih tidak bisa berbaring.
“Jika ini terus berlanjut, aku tidak punya pilihan selain meninggalkan rumahku. Mereka memukuli kami seolah-olah kami adalah binatang. Mereka tidak menganggap kami manusia.” (haninmazaya/arrahmah.com)