SRINAGAR (Arrahmah.com) – Pihak berwenang India berencana untuk merenggangkan pembatasan di negara bagian Jammu dan Kashmir yang berpenduduk mayoritas Muslim di India untuk memungkinkan para penduduk melakukan shalat Jum’at (9/8/2019), kata media, setelah selama lima hari mengekang protes atas penarikan status khusus wilayah Himalaya tersebut.
Berusaha untuk memperketat cengkeramannya di wilayah yang diperebutkan, pemerintah India yang didominasi oleh nasionalis Hindu dari Partai Bharatiya Janata (BJP) minggu ini menggunakan kekuasaan mereka untuk mengesahkan undang-undang yang mencabut status khusus Kashmir dan mengizinkan non-penduduk untuk membeli properti di sana.
Sejak Minggu (4/8) jaringan seluler dan layanan internet telah diblokis, setidaknya 300 pemimpin ditahan dan pertemuan publik dilarang, secara efektif mengurung penduduk di rumah mereka untuk menghentikan protes di wilayah yang dilanda pemberontakan.
Akan ada “sedikit relaksasi” untuk salat Jum’at, K. Vijay Kumar, seorang penasihat gubernur negara bagian itu, mengatakan kepada surat kabar Indian Express.
Penyelenggaraan shalat Jumat kemungkinan akan diadakan di masjid-masjid lingkungan, dan bukan masjid utama di kota utama Srinagar, kata media.
“Pasukan telah diberikan fleksibilitas untuk memaksakan perintah larangan dengan kekuatan minimum dan belas kasih maksimum,” kata Kumar, menambahkan hanya ada beberapa kasus pelemparan batu di beberapa bagian Srinagar.
Ribuan tentara paramiliter tambahan membanjiri Kashmir, yang telah menjadi salah satu wilayah yang paling termiliterisasi di dunia, menjelang pengumuman perubahan status konstitusional wilayah itu pada hari Senin (5/8).
Pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi juga memecah negara menjadi dua wilayah federal, satu langkah yang para pemimpin daerah deklarasikan sebagai penghinaan lebih lanjut.
Dengan pemadaman telekomunikasi nyaris total, hanya ada sedikit berita yang keluar dari Kashmir, kata para pemimpin regional.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres prihatin dengan laporan pembatasan di Kashmir yang dikuasai India, dan memperingatkan bahwa tindakan seperti itu dapat “memperburuk situasi hak asasi manusia di kawasan itu,” juru bicaranya, Stéphane Dujarric, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Kamis (8/8). (Althaf/arrahmah.com)