KHARTOUM (Arrahmah.com) – Pasukan keamanan di Sudan telah menembakkan gas air mata dan amunisi kepada para demonstran yang memprotes pembunuhan lima orang, termasuk empat siswa, pada Senin (29/7/2019).
Para pengunjuk rasa memenuhi jalan-jalan di ibu kota Khartoum pada Selasa (30/7) untuk mengecam serangan itu, yang terjadi setelah para remaja di kota utara El-Obeid bersatu memprotes kekurangan bahan bakar dan roti, lansir Al Jazeera.
Gambar yang diposting di media sosial menunjukkan pasukan keamanan berusaha membubarkan demonstrasi.
Hiba Morgan dari Al Jazeera, melaporkan dari Addis Ababa di negara tetangga Ethiopia, mengatakan ada kekhawatiran bahwa protes terbaru itu bisa berubah menjadi kekerasan.
“Kami telah mendengar dari sumber medis di kota Omdurman, yang merupakan kota kembar dari ibu kota Khartoum, serta rumah sakit bahwa ada beberapa pengunjuk rasa yang terluka yang datang dengan luka tembak,” ujarnya.
“Ada laporan mengenai korban luka lain akibat tabung gas air mata serta karena Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang membubarkan pengunjuk rasa di beberapa bagian Khartoum.”
Dengan bendera Sudan terbungkus di lehernya, siswa sekolah menengah Awab Faisal mengatakan demonstrasi pada Selasa bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada pihak berwenang.
“Kami hidup dan belajar dalam kondisi sulit. Seringkali, tidak ada air dan listrik, dan harga terus naik,” kata Faisal.
“Masa depan kami tidak jelas dan pembunuhan seperti itu memperburuknya.”
Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan, kepala Dewan Militer Transisi yang berkuasa, mengatakan kepada wartawan pada Selasa bahwa pembunuhan di kota El-Obeid Kordofan Utara “tidak dapat diterima”.
“Apa yang terjadi di El-Obeid adalah masalah yang disesalkan dan mengecewakan dan pembunuhan warga yang damai tidak dapat diterima,” katanya seperti dikutip oleh kantor berita resmi SUNA.
Para pengunjuk rasa menuduh RSF, yang dipimpin oleh wakil Jenderal Al-Burhan, Mohamed Hamdan Dagalo, menembak mati lima remaja itu.
“Penggunaan berulang kekerasan terhadap penduduk sipil menggarisbawahi betapa pentingnya bagi dewan militer untuk terlibat dalam reformasi serius pasukan keamanan,” Awol Allo, seorang dosen hukum di Universitas Keele, mengatakan kepada Al Jazeera.
“Kami berbicara tentang masa transisi yang signifikan tetapi pada saat yang sama ada tingkat kontinuitas yang signifikan…… sangat sulit untuk mengharapkan pasukan keamanan bertindak berbeda sekarang.” (haninmazaya/arrahmah.com)