ANKARA (Arrahmah.com) – Sebagai salah satu negara yang menampung pengungsi dari seluruh dunia, Turki kini tengah menghadapi tuduhan atas kesejahteraan para pengungsi dalam beberapa pekan terakhir.
Salah satu tuduhan yang tengah hangat dibicarakan adalah dugaan ancaman deportasi pengungsi Uighur ke Cina. Hal tersebut mencuat setelah muncul berita mengenai anggota masyarakat Uighur yang menghadapi ancaman dideportasi kembali ke Cina.
Menanggapi hal tersebut, seorang pejabat senior di Direktorat Jenderal Manajemen Migrasi, otoritas Turki yang mengawasi proses migrasi, dengan keras membantah laporan itu dan mengatakan tidak ada warga Uighur yang telah atau akan dideportasi ke Cina dari Turki.
“Kami tidak mengirim kembali orang Uighur ke Cina dan tidak akan melakukannya,” kata pejabat itu saat dikonfirmasi oleh koresponden Daily Sabah pada Ahad (28/7/2019).
Pejabat tersebut menerangkan bahwa orang yang menjadi narasumber berita tersebut tidak memenuhi kriteria untuk mendapatkan izin tinggal jangka panjang, namun meski demikian dia masih bisa mengajukan izin yang lain, seperti izin tinggal jangka pendek.
“Orang ini tidak dideportasi dan tidak ada perintah deportasi yang tertunda. Dia juga belum dipindahkan ke pusat pengiriman ulang di mana orang asing yang akan dideportasi ditampung dan terus tinggal di negara kita secara bebas. Dia diberi tahu tentang izin tinggal lainnya, dia bisa mengajukannya,” ungkapnya.
Berita lain di media mengatakan seorang wanita Uighur dideportasi ke Tajikistan dan akan dikirim ke Cina dari sana.
Seorang pengamat pengungsi Uighur di Turki, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan bahwa wanita itu dikirim ke Tajikistan karena ini adalah negara asalnya dan itu adalah prosedur standar untuk orang-orang yang ditolak izin tinggalnya.
Dia mengatakan Turki telah menolak mendeportasi orang-orang yang berlindung di negara tersebut dan baru-baru ini, “bias” laporan tentang dugaan deportasi bertujuan untuk menggambarkan bahwa Turki memusuhi pengungsi Uighur.
“Turki merangkul orang-orang Uighur setelah mereka melarikan diri dari perang saudara di Cina pada tahun 1949. Turki memberi mereka kewarganegaraan, beasiswa untuk siswa Uighur, membangun rumah-rumah untuk akomodasi mereka dan selalu berdiri bersama mereka. Secara historis menampung ribuan masyarakat Uighur,” tandasnya.
Dia juga mengatakan bahwa klaim deportasi ini adalah bagian dari upaya untuk menciptakan persepsi yang salah yang mendefinisikan Turki anti-Uighur sementara hal itu “tidak benar.”
Sejak 1950-an, Turki telah menjadi rumah bagi masyarakat Uighur yang meninggalkan Cina dan membuat mereka menetap di beberapa kota termasuk Istanbul. Mereka juga menerima masyarakat Uighur yang tinggal di negara lain sebagai migran. Negara ini berbagi ikatan budaya dan agama dengan masyarakat Uighur.
Tiongkok mendapat kecaman dari pemerintah dan pengawas hak asasi manusia yang menuduh pemerintah secara sewenang-wenang menangkap lebih dari 1 juta warga Uighur, menyiksa dan mencuci otak mereka di pusat-pusat konsentrasi dan penjara. (rafa/arrahmah.com)