BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Hukuman cambuk yang diterapkan di Provinsi Aceh tidak melanggar hak azasi manusia (HAM), karena peraturan tersebut sudah diatur dalam syariat Islam, demikian ungkap tokoh ulama Aceh Tgk H. Imam Suja` pada Minggu (22/5/2011).
Imam Suja` yang juga Penasehat DPW Muhammadiyah Aceh itu menyatakan hal tersebut menanggapi desakan Organisasi Amnesty International yang minta Indonesia menghentikan penggunaan hukum cambuk di Provinsi Aceh.
Direktur Asia Pasifik Amnesty International, Sam Zarifi, dalam keterangannya yang diterima ANTARA News London, Minggu (22/5) menyebutkan bahwa di Kota Langsa, 14 pria dicambuk di luar Masjid Darul Falah pada 19 Mei lalu, menyusul eksekusi cambuk tujuh pria seminggu sebelumnya.
Amnesty Internasional mengklaim bahwa hukuman cambuk melanggar Konvensi PBB melawan Penyiksaan, yang diratifikasi Indonesia pada tahun 1998.
Imam menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang pertama kali menegakkan HAM, ketika pada zaman jahiliyah perempuan-perempuan dikubur hidup-hidup.
“Pada saat Islam datang, maka perempuan yang sebelumnya dikubur hidup-hidup, tidak ada lagi. Oleh karena itu, tidak benar bila Islam melanggar HAM, justru menegakkan HAM,” katanya.
Dikatakan juga, hukuman cambuk tersebut merupakan hukuman untuk membuat orang jera, agar tidak mengulangi perbuatannya. Jadi, agama itu adalah aturan, sehingga HAM tidak bisa mengintervensi syariat yang sudah diberlakukan di Aceh ini.
Imam Suja` menilai bahwa pernyataan organisasi internasional tersebut sebagai upaya untuk menjelek-jelekkan Islam dan itu akan terus dilakukan. Oleh karena itu, ia berharap kepada Pemerintah Aceh agar tidak terpengaruh dengan desakan-desakan tersebut, karena hukum yang diterapkan di Aceh sudah berdasarkan kajian Al Quran dan Hadist serta kesepakatan ulama.
“Masalah agama kita tidak bisa kompromi dan itu sudah menjadi ketetapan yang wajib ditaati oleh umat Islam, bukan umat agama lain,” katanya.
Hukum cambuk telah menjadi hukum positif yang diatur lewat sebuah qanun dimana pada saat pembuatannya semua unsur telah dilibatkan, termasuk Mahkamah Agung di dalamnya dan kalangan aktivis masyarakat sipil.
Hukum cambuk diperkenalkan sebagai hukuman yang dijalankan oleh peradilan Islam untuk pelanggaran seperti zinah, konsumsi alkohol, pasangan dewasa yang berduaan tanpa kehadiran orang lain (khalwat) dan bagi banyak Muslim yang ditemukan makan, minum atau menjual makanan pada siang hari ketika saat puasa di bulan Ramadhan.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU-PA), sebagian kewenangan soal Syariat Islam juga sudah dilimpahkan oleh Mahkamah Agung ke Mahkamah Syariat di Aceh. (rasularasy/arrahmah.com)