JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Ulama Indonesia menyampaikan rasa duka cita atas wafatnya mantan menteri agama era KH Abdurrahman Wahid, KH Tolchah Hasan.
Kiai Tolchah, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat MUI 2010-2015, wafat pada Rabu (29/5) sekitar pukul 14.30 WIB bertepatan dengan 24 Ramadhan 1440 Hijriyah, setelah menjalani pengobatan di RSSA Malang.
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia, KH Cholil Nafis, mengatakan almarhum merupakan ulama yang patut diteladani generasi Muslim saat ini.
Menurut Kiai Cholil, Kiai Tolchah merupakan ulama yang sarat dengan ilmu pengetahuan. Bahkan, dari beberapa orang kiai yang dekat dengan Kiai Cholil, Kiai Tolchahlah yang paling senang dengan ilmu.
“Ada satu hal yang beda dari beliau. Saya dekat dengan Kiai Makruf, Kiai Hasyim Muzadi dan Kiai Tolchah. Nah Kiai Tolchah itu punya spesifik adalah senang ilmu,” ujarnya, di Jakarta, Rabu (29/5/2019), lansir mui.or.id.
Karena senang dengan ilmu, lanjutnya, Kiai Tolchah pun sangat senang membaca buku. Beliau akan memburu setiap ada buku-buku baru yang berkualitas.
“Beliau itu selalu baca. Dan pasti selalu memburu buku-buku baru. Itu yang bisa diteladani kita,” tutur Kiai Cholil.
Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini merasa kehilangan atas wafatnya Kiai Tolchah. Apalagi, Kiai Tolchah sudah menganggap Kiai Cholil seperti anaknya sendiri.
“Saya ikut belasungkawa. Saya dengan beliau itu kayak anaknya. Jadi saya banyak dapat pelajaran dari beliau. Memang beliau guru di NU. Ketika beliau jadi Wakil Rais Aam saya jadi ketua Lembaga Bahtsul Masail,” kata Kiai Cholil.
Selain itu, pada saat Kiai Tolchah menjadi Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang pertama, Kiai Cholil juga diangkat sebagai sekretaris BWI. Keduanya pun mengurus BWI selama dua periode atau selama tujuh tahun.
“Jadi beliau sudah menaggap kayak anak. Sampai kalau saya di Malang diminta bareng-bareng di Sabilillah (Masjid Sabillah), di Unisma. Dan banyak saya mendapatkan pelajar dari beliau,” kata Kiai Cholil.
Kiai Tolchah, yang merupakan tokoh organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU), sempat dirawat di rumah sakit tersebut hampir sebulan.
Kiai Tolchah dilahirkan di Tuban, Jawa Timur, pada 1936 dan merupakan tokoh multidimensi, yakni sebagai ulama, tokoh pendidikan, pegiat organisasi, dan juga merupakan tokoh yang aktif di pemerintahan.
Saat menjadi menteri, dia mendirikan Direktorat Pendidikan Pondok Pesantren dan Seksi Pekapontren (Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) yang sekarang menjadi pendidikan diniyah dan pondok pesantren.
Kiai Tolchah juga alumni Pesantren Tebuireng era 1950-an. Selama hidup, KH Tholchah Hasan juga masih mengabdikan dirinya di Pesantren Tebuireng sebagai Dewan Pembina di Yayasan Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) dan Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari.
Kiai Tolchah meninggalkan seorang istri, tiga orang anak, dan empat cucu, yang saat ini tinggal di Singosari, Kabupaten Malang.
Dia juga pernah menduduki posisi Mustasyar PBNU dan pernah menjabat sebagai rektor Universitas Merdeka Malang hingga 1998.
Selain itu, Kiai Tolchah juga menjabat sebagai Dewan Pembina Yayasan Universitas Islam Malang (Unisma) hingga saat ini.
Jenazah almrahum dimakamkan di pemakaman keluarga di Kampung Bungkuk, Singosari, Kabupaten Malang, setelah shalat tarawih
(ameera/arrahmah.com)