XINJIANG (Arrahmah.com) – Lebih dari dua lusin situs keagamaan termasuk Masjid di provinsi Xinjiang barat laut Cina telah sebagian atau seluruhnya dihancurkan sejak 2016, ujar laporan harian Inggris, Selasa (7/5/2019).
Sebuah artikel oleh The Guardian mengatakan penyelidikan bersama oleh surat kabar dan situs web Bellingcat menemukan bukti baru tentang penghancuran Masjid berskala besar di wilayah otonomi tempat minoritas Muslim telah lama mengalami penindasan agama, lansir Anadolu.
Dikatakan investigasi menganalisis 91 situs termasuk masjid dan tempat suci melalui gambar satelit dan 31 dari mereka “mengalami kerusakan struktural yang signifikan antara 2016 dan 2018”.
“Dari mereka, 15 masjid dan kedua tempat suci tampaknya telah sepenuhnya atau hampir sepenuhnya dihancurkan,” menurut laporan itu.
Sembilan lokasi lain yang diidentifikasi oleh bekas penduduk sebagai Masjid juga tampaknya telah dihancurkan, tambahnya.
Melakukan penghancuran massal adalah bagian dari kampanye negara melawan Muslim Uighur, minoritas Muslim yang berbahasa Turki di Cina.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Lu Kang yang dikutip dalam artikel itu mengklaim dalam sebuah briefing bulan lalu bahwa “tidak ada situasi seperti itu”.
“Ada lebih dari 20 juta Muslim dan lebih dari 35.000 masjid di Tiongkok. Sebagian besar orang yang memiliki keyakinan, dapat dengan bebas melakukan kegiatan keagamaan sesuai dengan hukum, ” klaim Lu.
The Guardian juga menerbitkan gambar satelit dari berbagai situs keagamaan, di mana bangunan yang ada pada tahun 2016, terlihat jelas telah dihancurkan dalam dua tahun terakhir.
Wilayah Xinjiang Cina adalah rumah bagi sekitar 10 juta warga Muslim Uighur. Kelompok Muslim Turki, yang membentuk sekitar 45 persen dari populasi Xinjiang, telah lama mengatakan otoritas Cina melakukan diskriminasi budaya, agama dan ekonomi terhadap mereka.
Cina meningkatkan pembatasannya di wilayah ini dalam dua tahun terakhir, melarang pria Muslim menumbuhkan janggut dan wanita mengenakan jilbab dan memperkenalkan apa yang para ahli melihatnya sebagai program pengawasan elektronik paling luas di dunia, menurut The Wall Street Journal.
Hingga 1 juta orang, atau sekitar 7 persen dari populasi Muslim di Xinjiang, telah dipenjara dalam jaringan yang diperluas dari kamp “re-edukasi”, menurut pejabat AS dan pakar PBB.
Dalam laporan terakhir yang dirilis pada September lalu, Human Rights Watch menyalahkan pemerintah Tiongkok atas “kampanye sistematis pelanggaran hak asasi manusia” terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.
Menurut laporan setebal 117 halaman, pemerintah Cina melakukan “penahanan massal, penyiksaan dan penganiayaan massal” terhadap warga Muslim Uighur di wilayah tersebut. (haninmazaya/arrahmah.com)