SANA’A (Arrahmah.com) – Laporan eksklusif Al Jazeera pada Senin (1/4/2019) memperlihatkan keberadaan tentara anak-anak di kamp-kamp perekrutan koalisi pimpinan Saudi-UEA di Yaman.
Anak-anak yang berasal dari keluarga sangat miskin, direkrut untuk bertempur di sepanjang perbatasan Saudi untuk mempertahankannya dari kelompok teroris Syiah Houtsi, kelompok pemberontak yang menyerbu ibu kota, Sana’a, dan petak-petak besar barat laut Yaman pada 2014.
Pada 2015, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) membentuk koalisi untuk menggulingkan Houtsi -menjerumuskan Yaman ke dalam perang yang menghancurkan- didukung oleh pasukan yang loyal kepada pemerintah yang diakui secara internasional.
Konflik telah menciptakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia, mendorong Yaman ke ambang kelaparan dan menyebabkan sekitar 80 persen dari populasinya -24 juta orang- membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Namun, banyak anak menghadapi kenyataan yang lebih buruk: direkrut oleh pihak yang bertikai untuk bertarung dalam konflik. Menurut PBB, dua pertiga dari tentara anak di Yaman berperang untuk Houtsi. Yang lain berjuang untuk koalisi yang dipimpin Arab Saudi-UEA.
Meskipun Yaman dan Arab Saudi menandatangani protokol internasional yang melarang keterlibatan anak-anak dalam konflik bersenjata pada 2007 dan 2011, pada akhir 2018, Arab Saudi dituduh merekrut anak-anak Sudan dari Darfur untuk berperang atas namanya di Yaman.
Hari ini, anak-anak Yaman direkrut menggunakan jaringan perdagangan lokal untuk mempertahankan perbatasan Saudi.
Dijanjikan materi
Di kota selatan Taiz, Al Jazeera berbicara dengan Ahmad Al-Naqib (16) dan keluarganya pada akhir 2018, serta keluarga Mohammad Ali Hameed (15) di bulan Februari 2019. Keduanya meninggalkan rumah mereka, mengejar janji gaji rutin dan peran non-kombatan.
Ahmad dapat melarikan diri dan menceritakan kisahnya, namun Mohammad tidak pernah pulang setelah ia direkrut, ungkap ayahnya.
Ia lulus sekolah menengah dan mulai bekerja, namun sebelum orang tuanya menyadarinya, ia telah direkrut.
“Dia bersikeras pergi ke Al-Buqa,” ujar ayah Mohammad Ali.
“Sudah lima bulan sejak dia pergi, kami belum mendengar apa pun sejak itu, kami masih belum tahu di mana dia berada,” tambahnya.
Kedua remaja, yang datang dari latar belakang yang miskin, tahun lalu memulai perjalanan yang terpisah dan sulit dari desa mereka di dekat Taiz, di selatan Yaman, menuju perbatasan Saudi yang melintasi al-Wade’a di utara.
Menurut Ahmad, Al-Buqa’ di Yaman -dekat dengan perbatasan Saudi- merupakan tempat anak-anak Yaman dilatih untuk bertempur, itu juga merupakan daerah yang sering mengalami pertempuran antara Syiah Houtsi dan koalisi pimpinan Saudi. Untuk menghindari terendus Houtsi, bus-bus yang membawa orang ke Al-Buqa’ melintasi perbatasan Al-Wade’a ke Arab Saudi.
Para remaja pertama kali dihubungi oleh perekrut di desa-desa miskin di selatan, mereka mencari anak laki-laki untuk dibawa ke perbatasan Saudi-Yaman.
Ahmad mengatakan dia dan banyak anak lelaki lainnya direkrut seolah-olah untuk bekerja di dapur unit militer Yaman yang ditempatkan di Arab Saudi.
“Kami pergi karena kami diberitahu bahwa kami akan bekerja di dapur dan menghasilkan 3.000 riyal Saudi (setara 800 USD), jadi kami percaya mereka dan naik bus,” kata Ahmad kepada Al Jazeera.
Biasanya, seorang perekrut akan mengirimkan para remaja tersebut ke seorang pedagang manusia di salah satu kota Yaman di sepanjang rute yang mengarah ke perbatasan. Pedagang manusia kemudian akan mengirim mereka ke penyelundup lain yang akan memberi mereka kartu identitas -jika mereka tidak memilikinya- sehingga mereka dapat menyeberang ke Arab Saudi, di mana mereka akan ditempatkan di kamp militer.
Ahmad sampai ke Al-Wade’a dan terus masuk lebih jauh ke pedalaman. Dia mendengar dari orang-orang di kamp perantara bahwa mereka hanya akan dibayar setengah dari gaji 800 USD yang dijanjikan setiap dua atau tiga bulan dan bahwa dia mungkin bukan koki.
“Mereka memberimu senjatamu dan mengirimmu ke garis depan [untuk melawan kaum Houtsi],” kata Ahmad.
“Mereka membawa para remaja ke pertempuran untuk mempertahankan Arab Saudi. Seolah-olah anak-anak ini adalah orang-orang yang akan membela kerajaan. Di mana senjata mereka, pesawat terbang mereka?” kata Mohammad al-Naqeeb, ayah Ahmad.
Ahmad mengatakan dia dan yang lainnya berhasil melarikan diri dari kamp akhir tahun lalu.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dihubungi oleh Al Jazeera untuk memberikan komentar, namun mereka belum merespon permintaan tersebut. (haninmazaya/arrahmah.com)