WASHINGTON (Arrahmah.com) – Militer Afghanistan bisa menimbulkan ancaman serius bagi keamanan negara itu jika bantuan internasional terhenti menyusul kesepakatan damai antara Taliban (Imarah Islam Afghanistan) dan pemerintah, klaim AS pada Kamis (28/3/2019).
“Ada lebih dari 300.000 warga Afghanistan yang saat ini bertugas di pasukan keamanan, yang sebagian besar dari mereka bersenjata,” ujar John Sopko, yang mengepalai Inspektur Jenderal Khusus dan Rekonstruksi Afghanistan (SIGAR) saat menyampaikan laporannya di Washington.
“Jika karena kehilangan dukungan finansial, gaji mereka akan terhenti, ini bisa menimbulkan ancaman serius bagi stabilitas Afghanistan,” lanjutnya seperti dilansir AFP.
Sejak menginvasi Afghanistan pada 2001 untuk menggulingkan Taliban dari kekuasaan saat itu, AS telah menggelontorkan lebih dari 780 miliar USD bantuan ke negara itu, 15 persen di antaranya dihabiskan untuk rekonstruksi.
Sebagian besar dana rekonstruksi, 63 persen atau 83,1 miliar USD, dihabiskan untuk layanan keamanan Afghanistan, termasuk gaji, peralatan, infrastruktur dan pelatihan, ujar laporan itu.
Dalam beberapa tahun terakhir, dukungan finansial untuk pasukan Afghanistan bahkan lebih kritis, dengan 4,8 miliar USD dialokasikan pada 2018.
“Tidak perlu gelar sarjana matematika untuk mengakui bahwa jika dukungan donor dikurangi atau dihilangkan -apakah ada perjanjian damai atau tidak- pemerintah Afghanistan dan militer khususnya, akan berada dalam kesulitan,” ungkap Sopko.
“Tanpa dukungan keuangan, pemerintah Afghanistan tidak dapat bertahan.”
“Jika perdamaian datang, jika perdamaian itu akan berkelanjutan, itu akan membutuhkan harga tambahan yang hanya bisa diberikan oleh donor eksternal,” klaimnya.
“Itulah sebabnya kami menerbitkan laporan ini, untuk mendorong para pembuat kebijakan untuk dengan penuh semangat memikirkan ‘lusa’.” (haninmazaya/arrahmah.com)