BANDUNG (Arrahmah.com) – Ada tiga kesimpulan Halaqah ke-6 Komite Khitthah NU yang berlangsung di di PP Al-Qutub, Bandung, Jawa Barat, Rabu (6/3/2019) yang dibacakan Prof Dr H Ahmad Zahro, moderator halaqah.
“Pertama, ada perusakan NU dari dalam. Bukan hanya politik, tetapi juga soal aqidah. Kedua, bahwa NU semakin memihak (politik) semakin terkoyak. Politik adalah hak pribadi, tidak boleh menunggangi NU. Ketiga, KK 26 NU sudah on the track (berada di jalan yang benar) dan kini semakin besar dukungan dari kiai, habaib serta warga nahdliyin,” demikian Prof Zahro.
Halaqah di pesantren yang diasuh Prof Dr H Juhaya, S Praja, MA ini juga dihadiri para habaib dari Jakarta. Selain mendengarkan rekaman taushiyah KH Tholchah Hasan (Malang), peserta halaqah bisa mendengarkan langsung taushiyah dari KH Salahuddin Wahid (Gus Solah).
Tampak hadir Habib Abdullah bin Ali Al Hadad, Prof Dr Nasihin, Prof Dr Rahmat Wahab, KH Abdullah Muchit, KH Said Thowil, Drs H Choirul Anam, Gus Ishak Masykur, KH Maymoen (Madura), KH Hamim Badruzzaman dan lain-lain.
Gus Solah menjelaskan, bahwa, perjalanan KK 26 NU dari halaqah ke halaqah semakin baik. Ini diawali pada 24 oktober 2018, dua hari setelah peringatan resolusi jihad.
Menurut Gus Solah, semangat menegakkan khitthah ini harus terus dilakukan. Khitthah pertama kali disampaikan oleh KH Achyat Chalimi (Mojokerto) pada tahun 1954. Tahun 1971 didengungkan kembali oleh Mbah Wahab (KH Wahab Chasbullah) sampai kemudian Muktamar NU ke 27 di Situbondo, Jawa Timur, tahun 1984.
Masih menurut Gus Solah, kini banyak anak muda NU yang (juga) gelisah melihat perkembangan NU. Komite Khitthah 26 NU akan terus bergerak untuk menegakkan khitthah. Kalau yang lain berharap penegakkan khitthah sebaiknya dilakukan setelah Pilpres atau 2020, tetapi bagi KK 26 NU sekarang harus berjalan, karena KK 26 NU tidak ada kaitannya dengan politik dukung-mendukung.
Duta.co
(ameera/arrahmah.com)