ISLAMABAD (Arrahmah.com) – Pemerintah Pakistan telah memberi wewenang kepada militernya untuk “menanggapi dengan tegas dan komprehensif terhadap segala agresi atau kesalahan penanganan” oleh negara tetangganya, India, ketika ketegangan meningkat di antara para pesaing bersenjata nuklir tersebut pasca serangan Pulwama di Kashmir, lansir Al Jazeera, Jumat (22/2/2019).
India telah bersumpah memberi “tanggapan yang menghancurkan” terhadap pemboman bunuh diri di wilayah Kashmir yang disengketakan pekan lalu yang menewaskan 44 polisi paramiliter India – serangan terburuk sejak dimulainya pemberontakan bersenjata pada tahun 1989.
Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, mengumumkan perintah itu dalam pernyataan pemerintah yang dirilis setelah pertemuan Komite Keamanan Nasional hari Kamis (21/2).
Menurut surat perintah tersebut, Pakistan “tidak terlibat dengan cara atau bentuk apa pun” dalam serangan yang katanya disusun, direncanakan, dan dieksekusi dari dalam negaranya.
Pakistan menegaskan kembali tawarannya untuk membantu menyelidiki serangan itu dan mengambil tindakan terhadap siapa pun yang diketahui menggunakan tanah Pakistan untuk menyerang India.
Pakistan juga menawarkan “dialog” dengan India tentang semua masalah, termasuk terorisme. Sebelumnya, Islamabad menuntut India memberikan bukti klaim bahwa mereka mendukung kelompok pemberontak Kashmir.
Dua negara tetangga yang sama-sama memiliki kekuatan senjata nuklir ini telah berperang selama tujuh dekade atas wilayah Himalaya di Kashmir, yang dilansir sebagai salah satu zona yang paling termiliterisasi di dunia.
India telah lama menuduh Pakistan menyembunyikan dan membantu pemberontak bersenjata yang menargetkan pasukannya di Kashmir.
Wilayah Himalaya terpecah antara zona kontrol Pakistan dan India, tetapi kedua negara mengklaimnya secara keseluruhan dan telah berperang dua dari tiga perang di atasnya.
Pemberontakan bersenjata meletus di Kashmir pada tahun 1989, menuntut kemerdekaan atau persatuan dengan Pakistan.
Pakistan membantah mendukung pemberontak dan menyalahkan kekerasan di Kashmir atas pendudukan militer India atas wilayah itu.
Setelah serangan minggu lalu, India menghentikan perdagangan dan layanan bus utama ke bagian Kashmir yang dikuasai Pakistan.
Kantor berita AFP pada Kamis (21/2) melaporkan bahwa bunker sedang dibangun kembali dan pemadaman listrik diperintahkan di Chakothi, sebuah desa perbatasan di Kashmir yang dikelola Pakistan.
Pemerintah setempat telah mendorong warga di daerah dekat Line of Control (LoC) untuk mengambil tindakan pencegahan tambahan terhadap resiko “tindakan nakal” tentara India.
“Bunker harus dibangun. Penerangan yang tidak perlu harus dihindari setelah matahari terbenam dan orang-orang harus menahan diri untuk bepergian di jalan yang terletak dekat dengan LoC,” agen manajemen bencana setempat memperingatkan penduduk di Chakothi.
India, sementara itu, mendesak Pakistan untuk tetap berada dalam daftar pengawasan pendanaan terorisme, tiga pejabat pemerintah India mengatakan kepada kantor berita Reuters, Kamis (21/2).
Gugus Tugas Aksi Finansial (FATF), sebuah badan global yang dibentuk untuk melawan pendanaan terorisme dan pencucian uang, telah bertemu di Paris pekan ini dan Pakistan berharap untuk keluar dari “daftar abu-abu” negara-negara dengan kontrol yang tidak memadai atas kegiatan-kegiatan tersebut.
Tetapi dua pejabat pemerintah India yang berurusan dengan masalah ini mengatakan informasi baru telah diberikan kepada FATF terkait dengan Pakistan setelah pemboman mobil minggu lalu di distrik Pulwama di Kashmir.
Jaish-e-Mohammed (JeM) yang berbasis di Pakistan mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Seorang pejabat India ketiga mengatakan rincian yang berkaitan dengan operasi kelompok tersebut diberikan kepada FATF.
“Itu adalah berita singkat pasca-Pulwama,” kata salah seorang pejabat ketika ditanya tentang informasi yang diberikan kepada pengawas. Para pejabat menolak disebutkan namanya karena pembicaraan masih berlangsung di Paris.
Pakistan telah masuk daftar tersebut sejak Juni, membuatnya lebih sulit untuk mengakses pasar internasional pada saat perekonomiannya sedang goyah.
Meskipun tidak ada implikasi hukum langsung dari daftar, hal tersebut menyebabkan Islamabad ada di bawah pengawasan ekstra dari regulator dan lembaga keuangan yang dapat mendinginkan perdagangan dan investasi dan meningkatkan biaya transaksi, kata para ahli.
Kementerian keuangan Pakistan tidak segera menanggapi permintaan komentar Reuters.
Serangan Pulwama telah memperkeruh hubungan yang telah berantakan antara India dan Pakistan, dimana New Delhi menuduh Islamabad gagal menindak kelompok-kelompok bersenjata yang beroperasi dari tanahnya dan mengatakan akan bekerja untuk mengisolasi Islamabad secara diplomatis.
India membatalkan keistimewaan perdagangan Most Favoured Nation untuk Pakistan dan memberlakukan bea masuk 200 persen untuk barang-barang yang datang dari Pakistan, lebih jauh menekan perdagangan bilateral $ 2 milyar.
Dalam upaya terbaru untuk memberi tekanan pada Pakistan, seorang menteri senior India pada Kamis (21/2) menegaskan kembali rencana New Delhi untuk membatasi aliran air ke Pakistan dari bagian sungai yang mengalir di dua negara. New York Times bahkan menyebut pernyataan mengancam yang diungkapkan Menteri Transportasi India, Nitin Gadkari, ini sebagai senjata baru dalam perang antara keduanya. (Althaf/arrahmah.com)