JAKARTA (Arrahmah.com) – Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) menolak penghapusan obat kanker usus besar atau kolorektal dari daftar obat yang ditanggung layanan BPJS Kesehatan.
Aturan terkait penghapusan obat tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/707/2018.
Sekretaris Jenderal IKABDI Abdul Hamid Rochanan mengungkapkan, obat kanker tersebut sebelumnya ada di Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) tahun 2017. Ia mengaku terkejut karena Kementerian Kesehatan tiba-tiba mengeluarkan aturan bahwa obat-obat tersebut tidak lagi dijamin BPJS mulai 1 Maret nanti.
“Kementerian Kesehatan (Kemkes) membuat PNPK tahun 2017 yang didalamnya ada obat itu. Kok sekarang dilanggar sendiri. Kami protes,” ujarnya, Rabu (20/2), lansir CNN Indonesia.
Menurut Hamid, penghapusan obat ini akan merugikan pasien dan memberikan citra buruk bagi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
IKABDI juga merasa proses evaluasi atau Health Technology Assessment (HTA) yang digunakan Kemenkes untuk mengambil keputusan ini masih memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan. Pasalnya dokter yang memiliki pengetahuan mendalam tentang kanker usus tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan itu.
Kebijakan tersebut, sambung Hamid, diambil di luar klinis. Di sisi lain, menurut dia, dokter harus bertanggung jawab jika terjadi masalah terhadap pasien yang keadaannya dapat memburuk jika tak diberi obat tersebut.
“Kalau ada pasien sakit larinya ke dokter bukan ke Kemkes kalau begitu,” sambung Hamid.
Menurut Hamid, sebenarnya penggunaan obat kanker ini bisa dikurangi. Ia mengungkapkan bahwa selama ini ada pemberian yang kurang selektif dari dokter.
Menurutnya, jika obat ini diberikan pada pasien yang benar dengan kriteria yang sesuai maka penggunaannya tidak sebanyak saat ini. Terdapat beberapa penilaian dari dokter bedah pencernaan yang bisa menekan penggunaan obat itu.
“Siapa yang tahu itu? Kami bedah pencernaan. Yang lain enggak tahu tapi ikut-ikutan kasih,” terangnya.
IKABDI pun meminta Kemenkes untuk mencabut keputusannya dan mengembalikan obat kanker usus ini untuk dijamin BPJS Kesehatan.
Mereka juga mendesak Kemenkes untuk terus mencari solusi kebijakan yang meningkatkan akses yang terjangkau untuk memberikan perlindungan yang semestinya untuk penderita kanker.
Hamid juga menambahkan ia akan terus memberikan obat kanker usus itu jika memang dibutuhkan pasien karena itu adalah haknya.
“Kami tak ingin mengurangi penanganan (undertreatment). Itu hak mereka untuk hidup,” tandas Hamid.
(ameera/arrahmah.com)