ISTANBUL (Arrahmah.com) – Turki mengutuk perlakuan Cina terhadap etnis Muslim Uighur, negara tersebut menyatakan bahwa apa yang dilakukan Cina adalah “hal yang sangat memalukan” dan memintanya untuk menutup “kamp re-edukasi” yang telah menahan jutaan Muslim Uighur.
Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (9/2/2019), juru bicara kementerian luar negeri Turki Hami Aksoy mengatakan “bukan rahasia lagi” bahwa Cina secara sewenang-wenang telah menahan lebih dari satu juta warga Uighur di “kamp re-edukasi”.
Dia mengatakan populasi Muslim Uighur menghadapi tekanan dan “asimilasi sistematis” di Cina barat.
“Bukan lagi rahasia bahwa lebih dari satu juta Muslim Uighur yang ditangkap , menjadi sasaran penyiksaan dan pencucian otak di pusat-pusat konsentrasi dan penjara,” kata Aksoy, sebagaimana dilansir Al Jazeera.
“Kami menyeru pihak berwenang Cina untuk menghormati hak asasi fundamental yang dimiliki Muslim Uighur dan menutup ‘kamp re-edukasi’,” imbuhnya. P
residen Turki Recep Tayyip Erdogan pernah menuduh Cina melakukan aksi “genosida” terhadap Muslim Uighur, namun meski begitu ia tetap menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Beijing.
Wilayah Xinjiang merupakan tempat tinggal bagi sekitar 10 juta warga Uighur. Muslim Turkistan, yang berjumlah sekitar 45 persen dari jumlah penduduk Xinjiang, telah lama mengatakan bahwa pemerintah Cina melakukan diskriminasi budaya, agama dan ekonomi terhadap mereka. Banyak dari ajaran Islam yang dilarang di beberapa bagian Cina.
Mereka yang ketahuan melaksanakan shalat, puasa, menumbuhkan jenggot atau mengenakan jilbab akan ditangkap.
Diskriminasi yang dilakukan Cina terhadap Muslim Uighur telah menjadi berita utama di seluruh dunia.
Pada Agustus tahun lalu, para ahli PBB mengatakan mereka telah menerima laporan yang kredibel bahwa lebih dari satu juta warga Uighur dan minoritas Muslim di Xinjiang ditahan di tempat yang disebut “kamp re-edukasi” di mana mereka dipaksa untuk meninggalkan agama Islam dan mengakui komunisme.
Pemerintahan Cina membantah adanya penahanan semena-mena terhadap warga Uighur mereka berdalih bahwa ini adalah fasilitas pelatihan kejuruan “sukarela”, yang dirancang untuk memberikan pelatihan kerja dan untuk menghilangkan kecenderungan “ekstremis”.
Bulan lalu, Cina meloloskan undang-undang untuk “mendikte” Islam dan menjadikannya “cocok dengan sosialisme” dalam lima tahun ke depan.
Tetapi sangat disayangkan bahwa sebagian besar negara mayoritas Muslim belum vokal dalam menyuarakan masalah ini. Mereka tidak berani mengkritik pemerintah Cina yang merupakan mitra ekonomi penting mereka. (Rafa/arrahmah.com)