(Arrahmah.com) – Rezim Fir’aun panik melihat elektabilitas Nabi Musa yang kian masif. Diam-diam Fir’aun mendatangi seseorang yang sangat alim dan dikenal mustajab doa di zamannya. Namanya Bal’am bin Ba’ura.
Fir’aun meminta Bal’am mendoakan Nabi Musa agar binasa. Tapi, Bal’am menolak. Karena, Bal’am tahu Nabi Musa tidak dapat dibinasakan dengan doa. Fir’aun terus membujuknya dengan cerdik. Kepingan emas diserahkan kepada Bal’am. Dan, Bal’am pun tergoda.
Bal’am bersiap mendoakan celaka pada Nabi Musa. Narasi doa terangkai dalam hati dan benaknya. Tapi, yang keluar dari lisannya adalah kalimat: “Ya Allah, binasakanlah Firaun.”
Fir’aun kaget. Bal’am pun kaget. Tapi, ini bukti Nabi Musa tidak bisa dibinasakan dengan doa. Bal’am minta maaf seraya mengulang doanya. Tapi, yang keluar tetap kalimat: “Ya Allah, binasakanlah Fir’aun.”
Fir’aun marah. Bal’am mengelak dan meralat. Tapi, doa Bal’am akhirnya terkabul. Fir’aun binasa bersama ratusan ribu tentaranya di Laut Merah.
Kisah ini memang tidak sama dengan yang terjadi di Sarang, Jateng, 1 Februari kemarin. Karena, kiyai sepuh yang terpeleset doanya bukanlah Bal’am. Beliau panutan saya. Sangat alim dan wara’. Juga, yang didoakan bukanlah Fir’aun. Hanya saja, hendak memberikan pesan bahwa doa, apalagi yang mustajab, kendati terpeleset tidak dapat diralat.
Sadeng, 2 Februari 2019
Deden Muhammad Makhyaruddin
@deden_mm
(ameera/arrahmah.com)