BAGHDAD (Arrahmah.com) – Presiden Irak, Barham Salih, mengatakan Presiden AS Donald Trump tidak meminta izin Irak untuk pasukan AS yang ditempatkan di sana untuk “mengawasi Iran”.
Salih pada Senin (4/2/2019) menanggapi komentar Trump kepada media AS di mana ia mengatakan pasukan Amerika akan tetap di berada pangkalan AS di Irak untuk terus mengawasi tetangganya, Iran.
Pemimpin Irak, berbicara di sebuah forum di Baghdad, mengatakan pasukan AS di negara itu ada di sana sebagai bagian dari perjanjian antara kedua negara dengan misi khusus memerangi “terorisme”.
“Jangan terlalu membebani Irak dengan masalah anda sendiri,” kata Salih. “AS adalah kekuatan utama… tetapi jangan mengejar prioritas kebijakan anda sendiri, kami tinggal di sini.”
“Merupakan kepentingan mendasar bagi Irak untuk memiliki hubungan baik dengan Iran” dan negara-negara tetangga lainnya, ia menambahkan.
Dalam sebuah wawancara dengan program Face the Nation, CBS, kemarin (3/1/2019), Trump menyoroti pangkalan militer utama di Irak yang menurutnya sangat penting untuk pengawasan kegiatan Republik Islam Iran.
“Kami menghabiskan banyak uang untuk membangun pangkalan yang luar biasa ini, kami mungkin juga tetap membiarkannya,” katanya dalam referensi yang jelas tentang pangkalan udara Ain al-Asad di Irak barat, yang ia kunjungi selama perjalanan ke negara itu pada bulan Desember.
“Dan salah satu alasan saya ingin mempertahankannya adalah karena saya ingin sedikit mengawasi Iran karena Iran adalah masalah nyata,” lanjut Trump.
“Kami pernah berada di banyak, banyak lokasi di Timur Tengah yang ada dalam kesulitan besar. Setiap mereka disebabkan oleh negara teroris nomor satu di dunia, yaitu Iran.”
Ketika ditanya apakah dia berencana menggunakan pasukan AS di Irak untuk “menyerang” Iran, Trump menjawab: “Tidak … semua yang ingin saya lakukan adalah agar bisa mengawasi.”
Pasukan AS harus tetap di Timur Tengah untuk melindungi Israel, tambah Trump.
Hassan Karim al-Kaabi, wakil ketua parlemen Irak, menyebut komentar Trump sebagai “pelanggaran terang-terangan dan kedaulatan nasional”, menurut Rudaw, jaringan media Kurdi-Irak.
Mengutip pernyataan al-Kaabi, ia berjanji untuk mengesahkan undang-undang “mengakhiri perjanjian keamanan dengan Amerika, selain mengakhiri kehadiran pelatih militer Amerika dan penasihat dan orang asing di tanah Irak”.
Para pemimpin politik dan milisi Irak sebelumnya mengecam kunjungan Trump Desember ke Pangkalan Ayn al-Asad sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan Irak”.
Trump tidak bertemu dengan pejabat Irak selama tiga jam di sana. Pertemuan yang dijadwalkan dengan Perdana Menteri Irak, Adel Abdul Mahdi, dibatalkan dan kedua pemimpin malah berbicara melalui telepon.
Legislator Irak mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa kedua pemimpin itu tidak sepakat mengenai tempat pertemuan yang direncanakan itu akan berlangsung: Trump telah meminta untuk bertemu di pangkalan militer, tawaran yang ditolak Abdul Mahdi. (Althaf/arrahmah.com)