JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), yang juga menjabat Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), ikut mengkritik pernyataan Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU) Kiyai Said Aqil Siroj, yang menyerukan agar masjid-masjid, kementerian agama, dan KUA dikuasai oleh kader NU. Selain itu dianggap salah.
JK menegaskan, dalam hukum Islam imam salat dan khatib dipilih bukan berdasarkan golongannya, tapi kemampuannya.
“Dalam hukum Islam itu yang jadi imam, yang jadi khatib, itu orang yang mampu, dan orang yang mampu itu tidak punya batasan organisasi. Jadi ya kurang tepat kalau dilakukan dalam skala organisasi, tapi siapa yang mampu. Seperti halnya bagus, apa, siapa sajalah, begitu kan,” kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (29/1).
Begitu juga, lanjut JK, untuk posisi atau jabatan lain, tidak dilihat dari latar belakang organisasinya, tapi kompetensi.
Dalam pernyataannya, Kiyai Said Aqil juga meminta warga NU menguasai kementerian agama dan KUA.
“Jadi kalau disebut bahwa imam yang punya kompetensi ya silakan, tapi tidak dalam garis organisasi-organsasi apa pun. Di Indonesia kan begitu banyak organisasi,” jelas JK.
JK berharap Kiyai Said Aqil mengklarifikasi ucapannya agar tak memicu kegaduhan.
“Ya tentu harus diklarifikasi. Saya yakin beliau arif untuk mengklarifikasi bahwa dalam hukum agama tidak terbatas hanya dari NU contohnya, tapi yang lain juga,” pungkasnya.
Sementara itu, Kyai Said Aqil menolak meminta maaf dan menarik ucapannya soal seruan agar kementerian hingga masjid dikuasai oleh NU.
Alih-alih mengklarifikasi, Kyai Said Aqil malah menantang pihak yang mengkritiknya.
“Sekjen majelis ulama meminta saya mencabut ungkapan saya kemarin, saya atau NU bukan bawahan ulama, tidak ada hak mereka perintah-perintah saya,” kata Said lantang saat membuka acara Rakornas Lembaga Dakwah Nahdlahtul Ulama (LDNU) se-Indonesia di Auditorium Binakarna, Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (28/1).
(ameera/arrahmah.com)