Jakarta (Arrahmah.com) – Nama Soleman B. Ponto bukan nama asing di komunitas intelijen. Ia pernah menjabat sebagai kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) pada periode 2011-2013. Sebuah lembaga negara yang menangani intelijen kemiliteran di bawah koordinasi Mabes TNI. Pria kelahiran November 1955 ini berasal dari cabang Korps Pelaut dan mahir di bidang intelijen.
Opini dan pandangan Soleman Ponto banyak menghiasi media massa. Ia salah seorang pakar intelijen yang mengetahui secara mendalam dunia terorisme. Soleman juga meyakini bahwa deradikalisasi agama adalah penyebab terjadinya terorisme.
Di tengah hangatnya isu pembebasan Ustadz Abu Bakar Baasyir, yang kemudian dianulir oleh Presiden Jokowi, arrahmah.com mewawancarai Soleman B. Ponto di ruang kerjanya pada Senin, 21 Januari 2019.
Soal Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, rencana pembebasannya dilakukan tepat menjelang momen pilpres. Menurut Anda?
Namanya (Presiden Joko Widodo, red) incumbent, kan suka-suka aku. Wong saya berkuasa kok. Dia pasti sudah punya perhitungan sendiri. Secara hukum sudah terpenuhi, kemudian pelepasan itu berimplikasi terhadap elektabilitas saya (Presiden, red), kenapa tidak dilakukan? Itu langkah yang hebat, wong semua tergantung Presiden kok. Kan tidak ada yang salah.
Bagi dia formalnya, terpenuhi kah persyaratan untuk melepas itu (Abu Bakar Ba’asyir)? Sepanjang itu terpenuhi, tidak ada masalah. Apakah pelepasan itu mempengaruhi naik turunnya elektabilitas, kan urusan dia.
Tapi media asing banyak yang mengecam rencana pembebasan itu?
Jadi pembebasan Ustadz Abu Bakar Baasyir akan berpengaruh terhadap Pilpres?
Sekarang suara satu orang itu sudah sangat menentukan. Gak perlu pusing dengan Australia, ngapain pusing dengan Australia? Yang penting masyarakat ini lho, berapa banyak orang-orang di belakang dia. Entah nanti bagaimana, ya urusan nanti. Tapi untuk jangka pendek minimal saya dapet sampai April (2019) ini. Jokowi bisa manfaatkan itu.
Bagaimana dari sisi hukum dan kemanusiaannya, apakah perlu dipertimbangkan?
Bagi dia (Jokowi) kan ndak pusing. Dari sisi hukum terpenuhi nggak? (Kalau terpenuhi) Ya sudah selesai. Nggak salah, nggak ada sesuatu yang dilanggar. Nah itu, dia melepas (ABB) benar, tidak melepas pun tidak salah. Tinggal bagi dia, hitungan mana yang menguntungkan bagi dia.
Karena dua-duanya tergantung Presiden sekarang. Kalau dia (Abu Bakar Baasyir, red) dipenjara terus tidak ada untung bagi Presiden, padahal Presiden bisa mengeluarkan dan mendapat untung dari keputusan itu.
Banyak pengamat asing yang berkomentar pembebasan Ustadz Baasyir akan berdampak pada hubungan luar negeri Indonesia?
Kan tetap saja ke presiden hasilnya. Bukan ke yang ngomong (para pengamat itu). Kalau aku jadi presiden, itu kan untuk aku nanti, ya terserah. Mau gak kerjasama pun aku bisa jalan kok.
Bagi Presiden, satu suara pun sangat berharga hari ini. Aku pun kalau ditaruh begitu (jadi presiden) aku juga akan berhitung begitu, wong cuma sampai April (waktu Pilpres) aja kok. Jadi sampai bulan April, sebagai orang yang punya kewenangan, dia akan lakukan untuk kepentingan sendiri.
Diprediksi ada tekanan asing kepada Indonesia soal pembebasan ini?
Itu kan nanti bukan sekarang. Itu nanti aja. Terserah mereka. Itu kan suka-suka aku, ini negaraku. Kamu mau apa terserah. Ngapain peduli dengan Australia, apa urusan dia. Itulah yang namanya berdaulat, gak usah pusing dengan luar negeri. Sepanjang langkah saya dapat membuat rakyat Indonesia ini nyaman, kenapa harus pikir orang luar? Gak usah.
Jika Ustadz Baasyir jadi dibebaskan, adakah potensi masuknya intelijen asing ke Indonesia dan melakukan aksi intelijen untuk memperpanjang isu terorisme?
Kalau itu dilakukan ya kita lakukan juga lah.. Apa susahnya sih? Dia jual kita beli, gak ada masalah.
Ada kemungkinan itu terjadi?
Di dunia ini ya mungkin saja lah. Unhan dan UI memangnya bukan hasil operasi intelijen asing? Gak usah jauh-jauh. Bagi aku, UI dan Unhan itu hasil operasi intelijen. Itu adalah bentuk pembodohan negara ini. (Fajar Shadiq & Ibnu /arrahmah.com)