TEL AVIV (Arrahmah.com) – Seorang menteri ‘Israel’ telah tiba di Kairo untuk menghadiri konferensi energi setelah menerima undangan dari pemerintah Mesir, kata kementerian energi ‘Israel’, Al Jazeera melaporkan pada Senin (14/1/2019).
Menteri Energi Yuval Steinitz tiba di Kairo pada Minggu malam (13/1) untuk menghadiri forum regional tentang gas alam, yang telah menjadi masalah ekonomi dan strategis utama di Mediterania timur.
“Pengembangan ladang gas memiliki nilai geopolitik dan geostrategis,” kata Steinitz kepada radio militer ‘Israel’ menjelang perjalanan.
“Di sini anda memiliki untuk pertama kalinya kerja sama ekonomi nyata antara negara-negara poros perdamaian ‘Israel’, Mesir, dan Yordania, bersama dengan negara-negara Eropa.”
Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara Mesir dan ‘Israel’ semakin intim, dengan kesepakatan antaranya keduanya atas pembelian gas alam.
Tahun lalu, perusahaan Mesir Dolphinus menandatangani kesepakatan untuk membeli gas alam senilai $ 15 miliar dari perusahaan ‘Israel’ Delek Drilling dan Noble dari AS.
“Undangan Steinitz ke konferensi di Mesir adalah hasil positif dari perjanjian gas,” kata seorang sumber yang dekat dengan menteri energi kepada kantor berita AFP.
Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu ingin meningkatkan hubungan dengan dunia Arab dalam menghadapi ekspansi pengaruh Iran di seluruh wilayah.
Mesir dan Yordania adalah satu-satunya negara Arab yang secara resmi mengakui ‘Israel’. Meski demikian, dalam beberapa bulan terakhir hubungan antara negara Zionis dan negara-negara Teluk Arab juga mulai menghangat.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, seperti halnya ‘Israel’, memandang Iran sebagai ancaman regional dan sebelumnya telah melobi AS untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir multinasional dengan Teheran.
Putra mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman bertemu dengan beberapa kelompok Yahudi dan lobi-lobi pro-‘Israel’ selama perjalanan ke AS tahun lalu dan melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa ‘Israel’ memiliki hak atas tanahnya sendiri layaknya Palestina.
Sementara itu, pekan lalu, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi mengatakan kepada penyiar AS, CBS, bahwa negaranya bekerja sama dengan ‘Israel’ melawan kelompok-kelompok bersenjata di Semenanjung Sinai, sebuah pengakuan yang kemudian diminta Kairo untuk tidak ditayangkan.
Dalam wawancara itu, Sisi ditanya apakah kerja sama negaranya dengan ‘Israel’ adalah yang paling dekat antara kedua negara. “Itu benar … Kami memiliki berbagai kerjasama dengan ‘Israel’,” jawabnya.
Militer Mesir terpaksa membantah laporan tahun lalu bahwa mereka dan ‘Israel’ bekerja sama dalam perang melawan militansi di Sinai utara, sebuah wilayah pegunungan berbatu dan gurun yang berbatasan dengan ‘Israel’ dan Jalur Gaza.
Sebagian besar rakyat Mesir memandang ‘Israel’ sebagai musuh bebuyutan mereka dengan serikat buruh dan sebagian besar partai politik menentang keras “normalisasi” hubungan dengan ‘Israel’.
Namun, sejak mengusir Mohamed Morsi – presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis, dalam kudeta tahun 2013, Sisi telah bertemu setidaknya dua kali dengan Netanyahu.
Menurut surat kabar Haaretz, Netanyahu diam-diam terbang ke Kairo tahun lalu untuk membahas rencana kedua negara untuk Jalur Gaza. (Althaf/arrahmah.com)