WASHINGTON (Arrahmah.com) – Putra Syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah telah mengecam Presiden Barack Obama dalam reaksi publik pertama mereka terkait kematian ayah mereka, menuduh Amerika telah melanggar prinsip-prinsip dasar hukum dengan membunuh seorang pria tak bersenjata, menembak anggota keluarganya dan membuang jenazahnya di laut.
Pernyataan yang diberikan kepada The New York Times pada Selasa (10/5/2011) mengatakan, mengapa bin Ladin, pemimpin Al Qaeda, “tidak ditahan dan diadili di pengadilan sehingga kebenaran terungkap untuk publik di seluruh dunia”.
Mengutip pernyataan Slobodan Milosevic, mantan pemimpin Serbia yang pernah menyatakan “pelanggaran terhadap pembunuhan tersebut tidak hanya di mana hukum internasional telah dilanggar terang-terangan”, namun prinsip praduga tak bersalah dan hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil telah diabaikan.
“Kami berpegang bahwa pembunuhan sewenang-wenang bukanlah solusi untuk masalah politik,” ujar statemen putra bin Ladin, menambahkan bahwa “keadilan harus dilihat untuk dilakukan.”
Pernyataan tersebut disiapkan oleh Omar bin Ladin, yang telah secara terbuka mengecam pilihan ayahnya untuk berjihad melawan agresor Barat. Ia bersama ibunya menulis memoar “Growing Up bin Laden” yang memperlihatkan perbedaan pandangan mereka dengan Syaikh Usamah.
Omar (30), hidup bersama ayahnya di Afghanistan hingga tahun 1999 ketika akhirnya ia dan ibunya (Najwa) pergi meninggalkan Syaikh Usamah. Sejak itulah ia menyatakan berseberangan dengan Syaikh Usamah.
“Kami ingin mengingatkan dunia bahwa Omar bin Ladin, putra keempat dari ayah kami, selalu tidak setuju dengan kekerasan yang dilakukan ayah kami dan selalu mengirimkan pesan kepada ayah kami bahwa ia harus merubah jalannya dan bahwa tidak ada sipil yang harus diserang di bawah alasan apapun,” ujar statemennya.
Omar bin Ladin sepertinya lupa bahwa Amerika Serikat dan sekutunya telah lebih dulu mengumandangkan perang terhadap Islam dan kaum Muslimin. Mereka membunuh sipil Muslim tak bersenjata dan tak bersalah, bahkan kaum perempuan dan anak-anak pun tak segan menjadi target mereka. Mereka menyerang Afghanistan, menginvasi Irak dengan dalih dan alasan yang mereka buat sendiri namun tak pernah terbukti kebenarannya.
Dan di dalam Islam terdapat kewajiban membalaskan apa yang mereka lakukan, namun janganlah berlebihan, karena nyawa seorang Muslim lebih berharga dari dunia dan seisinya. Lalu apakah Syaikh Usamah bersalah karena ia mencoba mempertahankan kehormatan kaum Muslimin yang kini telah terinjak-injak bahkan tak lagi memiliki harga?
Sungguh benar sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa keimanan tidak dapat diturunkan. (haninmazaya/arrahmah.com)