KAIRO (Arrahmah.com) – Pemerintah Mesir secara diam-diam telah memberlakukan pembatasan penjualan rompi reflektif kuning, takut oposisi dan para penentangnya menyalin demonstrasi yang memanas di Prancis selama ulang tahun pemberontakan populer 2011 yang menjatuhkan otokrat Hosni Mubarak, bulan depan, pejabat keamanan dan para penjual mengatakan, Senin (10/12/2018).
Mereka mengatakan penjual peralatan keamanan industri telah diperintahkan untuk tidak menjual rompi kuning kepada pembeli yang berjalan kaki dan untuk membatasi penjualan grosir. Beberapa perusahaan dan penjual perlu memperoleh izin dari kepolisian untuk tetap menjalankan bisnis ini.
Pemerintah mengancam bahwa para pelanggar aturan ini akan dihukum, kata para pejabat tanpa merinci.
Enam pengecer di pusat kota Kairo tempat toko keselamatan industri terkonsentrasi mengatakan mereka tidak lagi menjual rompi kuning. Dua menolak untuk menjualnya tanpa memberikan penjelasan, tetapi empat sisanya mengatakan kepada Associated Press bahwa mereka diberitahu untuk menarik rompi tersebut dari pasaran oleh polisi.
“Mereka tampaknya tidak ingin siapa pun melakukan apa yang terjadi di Perancis,” kata seorang pengecer. “Polisi datang ke sini beberapa hari lalu dan mengatakan kepada kami untuk berhenti menjualnya. Ketika kami bertanya mengapa, mereka mengatakan mereka hanya menjalankan instruksi,” kata yang lain. Keduanya berbicara dengan syarat anonim.
Pejabat keamanan mengatakan pembatasan akan tetap berlaku hingga akhir Januari. Mereka mengatakan importir produk keamanan industri dan pedagang grosir dipanggil ke pertemuan dengan perwira polisi senior di Kairo minggu ini dan diberikan pengarahan tentang aturan baru tersebut.
Langkah ini menunjukkan ‘ketakutan’ pemerintah Mesir terhadap keamanan. Dua tahun terakhir, pihak berwenang Mesir mengerahkan polisi dan tentara di seluruh negeri, untuk mencegah setiap pawai untuk memperingati 25 Januari, awal dimulainya pemberontakan 2011. Puluhan tewas dan terluka dalam bentrokan selama peringatan pemberontakan di tahun-tahun sebelum itu.
Rompi kuning yang dikenakan oleh pengunjuk rasa Perancis telah menjadi simbol gelombang demonstrasi yang dimulai pada bulan November terhadap kenaikan pajak bahan bakar, dan telah menjamur untuk memdemonstrasikan berbagai tuntutan, termasuk pengunduran diri Presiden Emmanuel Macron.
Liputan media Mesir tentang kerusuhan telah menekankan kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran di Paris, menggemakan Presiden Abdel-Fattah El-Sisi yang sering berdalih bahwa tindakan demonstrasi apapun bisa menyebabkan kekacauan. Dia baru-baru ini terang-terangan mengecam untuk pertama kalinya pemberontakan 2011, mengatakan itu menjerumuskan negara itu ke dalam kekacauan ekonomi dan politik.
Mesir telah benar-benar melarang unjuk rasa, dan Sisi sering memperingatkan bahwa tangan kerasnya diperlukan untuk menjamin stabilitas.
Sejak Sisi menjabat sebagai presiden pada tahun 2014, tidak ada protes signifikan. Namun, pemerintah selalu waspada mereka bisa kembali, terutama mengingat bahwa protes 2011 meletus sebagai bagian dari reaksi berantai, yang terinspirasi oleh pemberontakan “Arab Spring” Tunisia.
Sisi telah dikenal sebagai tiran baru yang selalu melakukan penindasan terhadap pengkritik yang terlihat di Mesir, memenjarakan ribuan aktivis Islam bersama dengan aktivis pro-demokrasi, dan menempatkan aturan kejam pada kelompok-kelompok hak asasi manusia. (Althaf/arrahmah.com)