RIYADH (Arrahmah.com) – Arab Saudi dilaporkan membeli teknologi spyware canggih Israel untuk mengamankan Pangeran Mohammad bin Salman dari para penentang rezim, di mana lusinan individu yang sangat berpengaruh – termasuk anggota keluarga kerajaan – ditangkap dan diduga disiksa dengan kedok korupsi.
Al Araby pada Minggu (25/11/2018) melansir bahwa seorang rekan dekat mantan kepala intelijen Riyadh, Abdullah al-Malihi, dan kepala intelijen Nasser al-Qahtani, bertemu dengan perwakilan NSO Group Technologies, sebuah perusahaan teknologi cyber ‘Israel’.
Yang pertama dari tiga pertemuan, yang membahas alat spionase canggih terbaru perusahaan, Pegasus 3, berlangsung di Wina dan kemudian Siprus, pada 2017, Haaretz mengungkapkan.
Sistem itu akan memungkinkan Saudi untuk meretas ponsel lawan-lawan rezim di dalam kerajaan serta para pembangkang di seluruh dunia, lanjut Haaretz.
Selama pertemuan awal, perusahaan ‘Israel’ mampu menunjukkan bagaimana sistem mereka dapat dengan mudah meretas perangkat seluler, mendengarkan dan merekam, hanya dengan mendapatkan nomor telepon.
Setelah ponsel terinfeksi spyware Pegasus, peretas memiliki akses penuh ke berbagai konten yang disimpan di ponsel termasuk pesan, email, dan gambar, menurut pengawas internet Citizen’s Lab.
Sebuah kesepakatan dibuat antara pengusaha ‘Israel’ dan bangsawan Saudi untuk membeli sistem Pegasus 3 seharga $ 55 juta, menurut seorang pengusaha Eropa dengan koneksi di negara-negara Teluk.
NSO mengecam laporan itu sebagai gosip tak berdasar.
“Produk perusahaan membantu lembaga penegak hukum dalam melindungi orang di seluruh dunia dari serangan teror, kartel narkoba, penculik anak untuk tebusan, pedofil, dan penjahat lainnya,” kata NSO dalam menanggapi penyelidikan Haaretz.
Pada bulan September, laporan Citizen’s Lab mengungkapkan sejumlah negara Teluk – kemungkinan UEA, Arab, Saudi, dan Bahrain – menggunakan spyware Pegasus untuk mengintai para aktivis.
Laporan itu mengungkapkan bahwa UEA memiliki intensitas “infeksi” tertinggi dari spyware buatan ‘Israel’, yang menunjukkan bahwa orang-orang yang dicurigai sebagai pembangkang telah menjadi sasaran utama.
Situs ini sebelumnya menyoroti kasus aktivis Amir Ahmed Mansoor, yang menjadi sasaran spyware setelah mengklik tautan yang dikirim ke teleponnya yang menjanjikan untuk mengungkapkan “rahasia baru” tentang tahanan yang disiksa di penjara UEA.
Mansoor dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara pada 2018 karena posting media sosial yang dinilai kritis, setelah ia ditahan oleh otoritas UEA pada 2017.
Amnesti Internasional mengungkapkan tahun ini bahwa seorang anggota staf dan seorang aktivis Saudi yang bekerja dengan organisasinya telah ditargetkan menggunakan Pegasus.
“Operator yang sama yang bertanggung jawab atas penargetan itu tampaknya melakukan pengawasan di Timur Tengah, serta di Eropa dan Amerika Utara,” kata laporan itu.
Pengungkapan itu datang di tengah kemarahan global atas pembunuhan wartawan pembangkang Saudi, Jamal Khashoggi, yang dibunuh di konsulat Arab Saudi di Istanbul.
Setelah penolakan yang gigih dan banyak penjelasan yang kontradiktif, Riyadh akhirnya mengakui Khashoggi terbunuh di konsulat dan tubuhnya dipotong-potong.
Laporan intelijen Turki dan CIA menyimpulkan pembunuhan itu diatur di antara lingkaran tertinggi keluarga kerajaan Saudi, yang melibatkan Putra Mahkota Muhammad bin Salman.
Spyware ini digunakan oleh lembaga pemerintah di 46 negara, laporan itu menemukan, termasuk Aljazair, Bahrain, Mesir, Irak, Israel, Yordania, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Oman, Palestina, Qatar, Arab Saudi, Tunisia, Turki, UAE, dan Yaman. (Althaf/arrahmah.com)