(Arrahmah.com) – Segera setelah Gedung Putih menyiarkan kabar tewasnya Syaikh Usamah, rakyat Amerika langsung turun ke jalan. Berpesta pora merayakan kebahagiaan atas suatu “keberhasilan melenyapkan sesuatu” yang selama sepuluh tahun terakhir menghantui mereka. Namun, mungkin banyak dari rakyat Amerika yang tidak tahu apa-apa tentang usaha yang dilakukan oleh pemerintahan mereka untuk sampai pada “hari euforia” itu.
Mayoritas rakyat AS tak pernah tahu, dan mungkin tak kan tahu berapa banyak kerugian yang diderita oleh Amerika dan dampak-dampak negatif yang membuat bangsa mereka menjadi acak-acakan dikarenakan seorang “Syaikh Usamah”.
Dalam lima belas tahun terakhir Amerika menghabiskan dana sebesar 3 triliyun dolar AS untuk biaya perekonomian domestik, perang, dan keamanan yang dipicu oleh serangan Al Qaeda pada 11 September 2001 silam.
Peristiwa 911 adalah salah satu alasan pemerintah Amerika untuk menginvasi Afganistan dan Irak, dalam rangka memerangi “terorisme” dan mencari senjata pemusnah massal, yang hingga kini tak ditemukan keberadaannya.
Dua perang tersebut (Afganistan dan Irak) memaksa Amerika mengklaim menurunkan 150.000 tentaranya dan menghabiskan seperempat dari anggaran pertahanan AS. Tidak hanya itu, kebebasan sipil rakyat Amerika harus terkukung karena banyaknya “ketakutan-ketakutan akan terorisme”, melonjakknya harga minyak global yang disebabkan perang dan utang nasional AS.
Tetapi kenyataan sebenarnya tentang jumlah tentara dan persenjataan AS dalam perang Afganistan tidak sebegitu wow seperti halnya yang diberitakan AS mengenai canggihnya persenjataan mereka. Hal ini bisa dibaca dalam buku yang ditulis oleh Abu Mushab As-suri dari buku yang berjudul Da’wah Al-Muqawwamah Al-Islamiyyah, Bab: Hashad Ash-Shahwah Al-Islamiyyah wa At-Tayar Al-Jihadi (1930-2002) mengenai kebohongan media barat dalam jihad Afghanistan.
“Perlu diketahui, sejumlah kecil roket-roket (stinger) Amerika masuk ke Afghanistan setelah 10 tahun penjajaha Rusia dan beberapa saat saja sebelum penarikan Rusia. Alat perang ini jarang sekali digunakan dalam pertempuran-pertempuran yang penting dan hanya sedikit pesawat Rusia yang jatuh olehnya. Dari ratusan ribu mujahid disana, jarang sekali ada yang melihat alat tersebut. Sebagian senjata tersebut malah dicuri oleh intelijen Pakistan. Mereka memang biasa mencuri sebagian bantuan dana dan barang-barang untuk para mujahidin Afghan, seperti mobil, berbagai peralatan SAR, logistik, amunisi, dan senjata yang masuk melalui Pakistan untuk sampai kepada mujahidin Afghan.
Saya (Abu Mushab As-suri) juga tidak bisa mengerti apa peran roket tersebut dalam menghancurkan lebih dari 50 ribu peralatan militer Rusia, membunuh lebih dari 30 ribu prajurit Rusia di tempat itu, dan membunuh lebih dari 150 ribu milisi komunis Afghan pro-Soviet. Belum lagi ratusan ribu operasi serangan selama jihad yang berlangsung lebih dari 15 tahun, dimulai 5 tahun sebelum invasi Rusia dan berlangsung selama 3 tahun sesudah itu hingga ibukota Kabul jatuh ketangan mujahidin, yaitu dari tahun 1973 sampai 1992″.
Perang Afganistan, Irak, dan perang melawan mujahidin pada dasarnya tidak membawa keuntungan apapun bagi pihak AS. Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada masa perang melawan Joseph Stalin yang setidaknya menghasilkan terobosan-terobosan teknologi penting yang merevolusi perekonomian AS.
Perang melawan Syaikh Usamah setidak bagi AS memberikan hanya satu keuntungan, yakini dibuatnya pesawat tak berawak. Bayangkan 3 triliyun dolas AS untuk pesawat tak berawak? Rasanya hal itu terlalu berlebihan.
Linda Bilmes, seorang dosen di Harvard University dalam sebuah buku yang ditulisnya bersama ekonom pemenang nobel Joseph Stiglitz, mengatakan, “kami telah menghabiskan sejumlah uang yang besar yang belum berpengarhu banyak pada penguatan militer kita, dan memiliki dampak yang sangat lemah terhadap perekonomian kita”.
Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan Syaikh Usamah, dalam video rekaman beliau yang mengatakan, “kami akan terus membuat Amerika berada pada titik kebangkrutan”. Dan hal itu memang benar-benar terjadi.
Perang sipil AS
Sementara itu pada perang sipil meskipun menghabiskan dana sebesar 280 milyar dolar AS, setidak banyak dampak positif yang bisa dipetik oleh Amerika. Diantaranya, sistem standar rel kereta api pertama tumbuh dari pantai ke pantai, membawa barang-barang melintasi Negara bagian dan pabrik-pabrik tekstil mulai bermigrasi dari Timur Laut ke Selatan mencari tenaga kerja murah, termasuk mantan budak yang telah bergabung menjadi tenaga kerja. Pertempuran itu sendiri mempercepat mekanisasi pertanian Amerika: Karena petani berbondong-bondong ke medan perang, para pekerja meninggalkan pekerjaan mereka dan mengadopsi teknologi baru dalam bidang pertanian.
Sedang pada perang dunia II, anggaran yang dikeluarkan AS mencapai 4,4 triliyun dolar AS.
“Itu adalah mobilisasi nasional yang belum pernah terjadi sebelumnya” kata Chris Hellman, analis anggaran pertahanan di National Priorities Project. Dari sari 10 orang amerika mengenakan seragam untuk turun ke medan perang.
Tetapi hasil dari perang tersebut sangat besar, mesin jet dan tenaga nuklir yang menyebar dalam kehidupan sehari-hari, tata ekonomi amerika yang baru.
Sedangkan perang yang berurusan dengan Syaikh Usamah, membuat AS terlalu berlebihan dalam bertindak. Pengeboman kedutaan besar AS di Afrika, menyebabkan Washington harus mengeluarkan dana empat kali lipat lebih besar dari yang seharusnya untuk menjaga keamanan diplomatic di seluruh dunia pada tahun ebrikutnya. Dan menaikkan pengeluaran dari 172 juta dolar menjadi 2,2 milyar dolar AS selama dekade berikutnya.
Serangan 11 september 2001 oleh Al Qaeda adalah bencana yang harus dibayar dengan harga tinggi oleh AS. Para ekonom memperkirakan kerugian dari 50 miliar menjadi 100 miliar dolar. Pasar saham anjlok dan terus turun hingga 13 persen setahun kemudian.
Biaya yang lebih besar dikeluarkan oleh AS untuk menginvasi Afganistan dalam rangka membalas serangan Al Qaeda. Begitu juga dengan invasi AS ke Irak yang menjadikan peristiwa 911 sebagai alasan kuat yang berkaitan dengan ekstrimisme islam dan senjata pemusnah massal.
Kedua perang di atas (Afganistan dan Irak) menghabiskan biaya 1,4 triliyun dolar, itupun pemerintah AS masih meminjam ratusan milyar dolar lebih dan menambah beban bunga utang AS sebesar ratusan milyar dolar (pula).
“Jadi seburuk-buruknya bin Laden, ia tidak seburuk Hitler, Mussolini, [dan] sisanya.”
Namun bin Laden menghasilkan efek yang begitu besar. Perang Irak dan Afghanistan telah menciptakan sebuah dunia di mana anggaran non-perang ikut-ikutan digunakan.
Semua itu tak lain sebagai doktrin kontra militer AS untuk melawan perang gerilya. Dana-dana tersebut diperuntukkan untuk meningkatkan kemampuan perang secara konvensional, meningkatkan pengeluaran untuk senjata, seperti jet pertahan nasional, rudal, peswat tempur, tank dan pesawat pembom jarak jauh. Belum lagi kenaikan biaya yang dikeluarkan untuk perombakan lembaga intelejen Amerika dan program keamanan tanah air.
Biaya yang dikeluarkan sekitar 1 triliyun dolar, jika tidak lebih karena biaya yang tepat belum bisa dipastikan terkait banyaknya biaya yang tak terdeteksi.
6 triliyun dolar AS untuk seorang Syaikh Usamah
Dari semua biaya yang dikeluarkan, setidaknya perang melawan Syaikh Usamah, memaksa AS harus mengeluarkan dana mencapai 3 triliyun dolar. Itu pun hanya perkiraan, karena perang di Irak saja menghabiskan biaya yang lebih banyak dari yang diperhitungkan.
Ekonom Stiglitz dan Bilmes memperkirakan total dana yang dikeluarkan untuk perang Afganistan dan Irak bisa mencapai 4 sampai 6 triliyun dolar. Itu sudah termasuk dampak dari kenaikan harga minyak sejak 2003 yang sebagian disebabkan oleh meningkatkan permintaan dari negara-negara berkembang dan kerusuhan di Timur Tengah, jelas Bilmes.
Yang perlu digarisbawahi, perang melawan Syaikh Usamah tidak membawa manfaat apapun bagi AS. Eskalasi militer selama 10 tahun terakhir tidak mendorong perekonomian seperti halnya perang pada tahun 1940-an. Para ahli menulis dalam Journal Nasional, bahwa perang melawan Syaikh Usamah hanya membawa sedikit dampak positif bagi teknologi yakni dibuatnya pesawat Predator dan peningkatan sistem cadangan untuk melindungi teknologi informasi dari serangan “teroris” atau bencana lainnya.
Bahkan euforia atas tewasnya Syaikh Usamah masih perlu dipikirkan lagi. Michael O’Hanlon, seorang analis keamanan nasional di Brookings Institution berkata, “Saya tidak mengambil kepuasan besar dalam kematiannya karena aku masih kagum pada kehancuran dan seberapa tinggi kerugian yang ia berikan pada kami.”
Itu baru seorang Syaikh Usamah. Banyak yang harus diperhitungkan AS untuk melanjutkan “perang melawan terorisme”. Syaikh Usamah punya ratusan bahkan ribuan orang yang kelak menggantikannya. Tetapi perekonomian Amerika, permasalahan dalam negeri yang semakin kompleks, biaya-biaya untuk “membantu penyebaran demokrasi” di negara lain. Semuanya membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dan bersamaan itu pula, utang Amerika akan melonjak hingga 9 triliyun dolar AS dengan utang-utang AS selama dekade berikutnya. Itu artinya “tiga Syaikh Usamah”.
Meskipun Syaikh Usamah diklaim telah terkubur di laut, banyak para pejuang Islam yang berlomba-lomba menempati posisinya sebagai Mujahid. Dalam waktu itu pula, musuh-musuh baru, baik dari dalam maupun luar negeri AS telah menanti. Maka dengan apa Amerika akan membayar semua itu? (rasularasy/arrahmah.com)