BALIKPAPAN (Arrahmah.com) – Pondok Pesantren Hidayatullah Balikpapan menggelar Pernikahan Mubarokah 43 Pasang Santri di Gunung Tembak, Balikpapan Timur, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Ahad (11/11/2018).
Acara bertempat di Masjid Ar-Riyadh Hidayatullah Gunung Tembak, dimulai sejak sekitar pukul 08.00 WITA hingga menjelang zuhur.
Pantauan di lokasi acara, suasana sakral dan kegembiraan meliputi prosesi pernikahan tersebut. Pernikahan yang juga tercatat secara resmi di lembaga negara ini dipandu tiga penghulu agama dari KUA setempat.
Ribuan tamu undangan menghadiri acara di ruang utama masjid yang sedang dalam pembangunan tersebut. Hadir pula antara lain Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi, Wakil Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud, dai asal Sulawesi Selatan Ustadz Das’ad Latif, serta jajaran pimpinan dan pengurus Hidayatullah.
Sementara para pengantin putri ditempatkan terpisah di kampus putri berjarak sekitar 50 meter dari Masjid Ar-Riyadh.
Ketua Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Balikpapan Hamzah Akbar mengatakan, peserta nikah tersebut merupakan hasil seleksi dari banyaknya calon peserta yang berminat mengikuti pernikahan massal itu.
“Dari 70 pendaftar, terseleksi jadi 43 pasang,” sebutnya dalam sambutannya.
Para pengantin berasal dari berbagai daerah se-Indonesia. Mulai dari Papua, Aceh, Bali, Sumatera, Sulawesi, hingga Kalimantan.
Sebelum menikah, mereka mengikuti pembekalan pra nikah selama sekitar 2 pekan di Gunung Tembak. Pembekalan yang diberikan mulai dari materi tentang pernikahan, keagamaan, terkait keorganisasian kebangsaan dan sebagainya termasuk kesehatan.
Menariknya, selama masa pembekalan mereka turut berpartisipasi dalam pembangunan kampus pesantren yang saat ini sedang bersiap menggelar Silaturahim Nasional (Silatnas) dai penghujung bulan ini. Mereka ikut bekerja bakti, bergotong royong sebagaimana warga pesantren lainnya.
Penetapan calon pasangan masing-masing santri itu pun dilakukan oleh panitia yang dibentuk khusus, yang selama ini memang sudah berpengalaman dalam pernikahan seperti itu.
“Proses nikah menjadi penguat baru mereka (pengantin),” ujar Hamzah.
Setelah menikah, para santri yang juga dai serta guru tersebut ditugaskan kembali ke daerah masing-masing.
“Harapan kita mereka kembali ke daerah dengan semangat baru, dengan gairah baru. Paling tidak ada teman berbagi,” ujarnya.
Wagub Kaltim mengapresiasi pernikahan mubarokah Hidayatullah. Ia pun mendoakan para pengantin agar mendapatkan keturunan yang shaleh/shalehah.
“Saya bangga dengan Hidayatullah,” akunya.
Wawali Kota Rahmad berpesan kepada para pengantin agar konsisten dalam mensyiarkan agama pasca status baru yang mereka.
“Syiarkan (Islam) di seluruh penjuru dunia,” demikian pesannya.
Ia berpesan kepada para dai, dalam dakwahnya agar mendengar aspirasi masyarakat. Jangan harap akan didengar masyarakat, kalau tidak mau mendengar masyarakat.
Tak lupa Wawali Rahmad turut menyampaikan doa atas terselenggaranya pernikahan itu. “Semoga mendapat Ridha Allah,” harapnya.
Tradisi Lama Hidayatullah
Pernikahan mubarokah merupakan tradisi sekaligus syiar dakwah yang sudah lama berjalan bagi ormas yang berusia 45 tahun ini, dulu biasa disebut “Pernikahan Massal”.
Tradisi dalam pernikahan ini para calon pengantin tidak saling mengenal terlebih dahulu sebelumnya. Bahkan bukan hal aneh jika seorang calon mertua tidak tahu siapa pastinya calon menantunya hingga satu atau dua hari sebelum pernikahan. Memang, penetapan calon pasangan masing-masing santri itu disampaikan panitia kepada masing-masing peserta biasanya pada H-1 sebelum aqad nikah.
Ahmad MS, misalnya. Dai yang bertugas di Sumatera Selatan ini belum tahu kepastian siapa jodoh untuk kedua putrinya -yang ikut pernikahan- hingga Jumat (09/11/2018) kemarin lusa.
“Belum tahu saya,” ujarnya saat bincang-bincang dengan wartawan INA News Agency.
Ia menyerahkan sepenuhnya calon menantunya kepada Allah lewat hasil musyawarah para panitia.
Wahyu, salah seorang peserta nikah itu, mengaku begitu bahagia mengikuti pernikahan ini. Pria asal Samarinda, Kaltim ini bahkan merasa “canggung”.
“Senang, tapi lebih banyak canggungnya,” ujarnya ditemui bakda zuhur sebelum penyerahan mahar kepada istrinya. Penyerahan mahar dilakukan secara terpisah di rumah masing-masing keluarga mempelai di Gunung Tembak.
Kenapa canggung?
Rupanya ia dijodohkan dengan putri dari salah seorang ustadz kondang di Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak.
Terlebih lagi, ternyata istrinya adalah adik dari sahabatnya sendiri. Itu pun baru dia ketahui setelah diperlihatkan oleh panitia biodata sang putri sebelum pernikahan itu. Biodata itu biasanya berisi foto calon istri/calon suami sekaligus formulir kesediaan masing-masing peserta untuk menerima calon pasangannya, untuk kemudian ditandatangani.
Wahyu, guru di sebuah Sekolah Alam di Manggar, Balikpapan, ini pun bersedia menerima putri sang ustadz itu sebagai calon istrinya meskipun dengan perasaan terkejut dan canggung.
“Betul-betul enda nyangka aku,” ungkapnya dengan raut wajah dan nada bicara serius.
Ia mengaku jauh sebelum pernikahan sudah menyerahkan persoalan jodohnya kepada Allah lewat ijtihad musyawarah panitia.
Reporter: Abdus Syakur/INA News Agency
(ameera/arrahmah.com)