JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengatakan petisi yang meminta ceramah ulama kondang asal Riau Ustaz Abdul Somad alias UAS di Youtube dihapus adalah bertentangan dengan nilai-nilai islam dan kebebasan.
Diketahui sebuah laman go-vote.online membuat petisi yang berisi setuju atau tidaknya masyarakat jika video ceramah Ustaz Abdul Somad dihapus karena terkait ormas terlarang.
Petisi yang sudah dibuat sejak 30 Oktober 2018 ini sudah di-klik masyarakat sebanyak 66.589 kali. Sebanyak 97 persen atau 64.893 orang tidak setuju ceramah UAS dihapus, sementara tiga persen atau 1.696 orang sisanya setuju ceramah UAS dihapus.
“Petisi seperti itu tidak perlu terjadi karena selain bertentangan dengan nilai agama, akhlak Islam, tapi secara khusus juga melanggar UUD tentang kebebasan berpendapat,” ujar Din usai pertemuan di kediamannya Jalan Margasatwa Raya Nomor 27, Jaksel, Sabtu (3/11).
Din menyebut tuduhan yang menyebut isi ceramah UAS yang dikaitkan dengan kelompok HTI tak benar. Dia berharap hal itu harus segera diluruskan.
“Saya kita itu tidak benar, itu yang perlu ditabayyun-kan. Saya prihatin karena Islam sering dilempar tuduhan yang bernada fitnah,” jelasnya.
Din juga menjelaskan, ketika ada ulama atau mubaligh yang berbicara tentang khilafah jangan langsung dikatakan anti-Pancasila, karena khilafah merupakan sebuah ajaran islam yang penting.
Din bahkan mengaku dirinya adalah seorang pendukung khilafah karena khilafah adalah bagian dari ajaran islam. Namun, dia menegaskan, bukan berarti yang memegang teguh ajaran khilafah dituduh anti-Pancasila.
“Ini nalar yang keliru. Khilafah itu ajaran islam yang tidak perlu ditakuti, memang kita tidak menerima kalau negara Pancasila ini diubah tapi tidak berarti kalau kita menyebut ayat tentang khilafah itu anti Pancasila. Itu kekacauan nalarnya,” tutur Din.
Lebih lanjut, Din menghimbau kepada masyarakat khususnya umat Islam untuk selalu menjaga kerukunan dengan sesama.
“Marilah kita jaga merukunkan ukhwah Islamiyah, jangan terjadi penghalang, pengadang mubalig, dai, apalagi secara kekerasan. Karena pelanggaran hukum di negara itu urusan polisi,” tandasnya.
(ameera/arrahmah.com)