Oleh: Ust. Budi Ashari, Lc.
(Arrahmah.com) – Kita harus membedakan antara nasehat dan marah. Nasehat dan hanya instruksi. Nasehat dan serba larangan. Nasehat dan membongkar aib. Walau nasehat bisa berisi perintah, larangan dan membenahi aib.
Keberhasilan Luqman mengubah anaknya menjadi baik, karena yang keluar dari lisannya adalah nasehat. Kalimat (وهو يعظه/dan dia sedang menasehatinya) terletak setelah Allah menyebutkan (ولقد آتينا لقمان الحكمة/Sungguh telah Kami berikan kepada Luqman Al Hikmah).
Sekali lagi, inilah rahasia kesuksesan kalimat-kalimat Luqman untuk anaknya. Nasehat Luqman berawal dari Al Hikmah yang dianugerahkan kepadanya.
Ibnu Mushtafa (w: 1306 H) berkata tentang hikmah: Lisan yang berucap kebenaran, fisik yang mampu mengingkari dan anggota tubuh yang bergerak. Jika bicara, bicara dengan hikmah. Jika berpikir, berpikir dengan hikmah. Jika bergerak, bergerak dengan hikmah. (Lihat Al Qiyam At Tarbawiyyah Al Mutadhamminah fi Surati Luqman, Abdul Aziz Abdul Muhsin Muhammad)
Untuk lebih jelas memahami bagaimana Luqman sebagai seorang ayah, Ibnu Katsir meriwayatkan dari Abu Darda’ radhiallahu anhu yang menyampaikan tentang Luqman,
“Ia tidak diberi seperti yang lain. Tidak keluarga, tidak harta, tidak keluarga terpandang, dan tidak modal kebesaran. Tetapi ia adalah orang yang tegas, pendiam, panjang berpikirnya, dalam analisanya … ia tidak mengulangi kalimatnya kecuali dengan kalimat yang mengandung hikmah yang akan diulangi oleh orang lain.”
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menafsirkan Al Hikmah dengan: pemahaman, ilmu, dan cara menyampaikan. Kalimat-kalimat Luqman gabungan dari ketiganya. Pemahaman yang dalam, ilmu yang mumpuni dan cara menyampaikan yang tegas, lembut tetapi penuh perenungan.
Dan begitulah seharusnya kita menjadi orangtua. Jika ingin nasehat bekerja dahsyat pada anak-anak kita, maka jadilah orangtua yang memiliki Al Hikmah. Al Hikmah ini adalah anugerah Allah seperti dalam ayat tentang Luqman tersebut, hasil dari kesholihannya. Maka kesholihan orang tua akan menuntun lisannya untuk mengucapkan hikmah. Mendekat kepada Allah memastikan lisan, hati dan perbuatan akan ditaburi dengan hikmah. Yang keluar dari lisannya bukan sumpah serapah, hanya kata perintah atau serba larangan. Bukan juga lisan yang hanya mengalirkan sumbatan amarah di hati. Tetapi lisan yang menyampaikan ilmu baik yang tersimpan di akal, kelembutan rasa, dan kedalaman ruh yang ada di hati. Lisan yang menyampaikan dengan bahasa lugas bahkan tegas tetapi bertabur kelembutan bahkan keindahan.
Jangan Kalah dari Iblis
Iblis adalah musuh nyata anak cucu Adam. Korbannya, bapak manusia itu berikut istrinya. Bagaimana Adam dan istrinya bisa tertipu oleh Iblis, padahal keduanya telah diberi panduan dan peringatan langsung oleh Allah yang memberi keduanya kenikmatan surgawi.
Inilah kunci ‘keberhasilan’ Iblis,
وقاسمها إني لكما لمن الناصحين
Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. “”Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua”” (QS. Al A’raf: 21)
Iblis yang jelas-jelas musuh mencoba mendekat dengan meyakinkan bahwa dirinya bukanlah musuh. Tetapi pemberi nasehat. Dia hadir bak pahlawan yang membawa kasih sayang dengan untaian kalimat penuh makna.
Bahkan Iblis bersumpah untuk semakin meyakinkan itu. Bahwa ia benar-benar tulus untuk menasehati. Ia bersumpah tidak akan mencelakai tetapi akan menolong dan menunjuki sebuah rahasia kebesaran dan kebahagiaan.
Kalimat jahat Iblis berbungkus nasehat, mampu mengubah. Mengubah kebenaran yang ditunjukkan Allah kepada Adam agar jangan mendekati pohon yang ditunjuk agar tidak menjadi orang yang dzalim. Inilah kalimat Iblis yang mampu menggoyahkan Adam dan istri,
وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلَّا أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ
Dan syaitan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)”. (Qs. Al A’raf: 20)
Kalimatnya jelas, baik, lugas, dan menyampaikan sebuah kebaikan dan kebesaran. Tawaran kebesaran dan kebahagiaan Iblis inilah yang mampu membuat Adam lupa akan larangan Rabb-nya.
Mengapa kalimat Iblis efektif?
Karena disampaikan dengan cara menasehati.
Bukan sekadar memerintah untuk melanggar: Dekati saja pohon itu!
Tidak juga dengan memarahi: Mengapa kamu mau menjadi orang bodoh yang mau dilarang-larang!
Tidak menampakkan permusuhan walau ia musuh. Tetapi menampakkan diri sebagai orang dekat yang mengasihi.
Dengarkan sekali lagi kalimat Iblis yang ‘menasehati’,
“Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)”.
Kini, tahukah kita mengapa Iblis ‘berhasil’ mengubah?
Cara Iblis ini selalu menjadi jalan yang ditempuh oleh para pelaku kejahatan dan kerusakan untuk merayu korbannya. Mereka tidak datang dengan wajah menyeramkan dengan aroma busuknya. Tetapi hadir sebagai penolong, pengasih yang berucap dengan kalimat penuh makna, lembut, empati, dan menyampaikan jalan kebesaran serta menawarkan kebahagiaan yang lebih besar.
Begitulah,
Para orang tua jangan kalah dari Iblis
Dan
Belajarlah dari Luqman, bahwa kalimat harus nasehat.
(fath/parentingnabawiyyah/arrahmah.com)