WASHINGTON (Arrahmah.com) – Utusan Palestina untuk Washington mengatakan, para stafnya telah diberi waktu satu bulan untuk berkemas setelah pemerintahan Trump memerintahkan agar misi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) ditutup.
Husam Zomlot mengatakan kepada Associated Press pada Selasa (11/9/2018) bahwa penutupan itu tidak akan menghalangi warga Palestina untuk terus mengusahakan menjadi negara bebas dengan Yerusalem Timur sebagai ibukota.
Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mengatakan Senin (10/9) bahwa misi itu ditutup karena PLO enggan bernegosiasi dengan ‘Israel’.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menghentikan hubungan dengan pemerintahan Trump pada Desember setelah AS mengakui Yerusalem yang diperebutkan sebagai ibu kota ‘Israel’.
Zomlot diminta Abbas pulang di musim semi sebagai bagian dari krisis.
Zomlot mengatakan “kami kehilangan pemerintahan AS tetapi kami memperoleh hak nasional kami.”
Dalam sebuah pernyataan pada Senin (10/9), Departemen Luar Negeri AS mengatakan kantor PLO “belum mengambil langkah untuk mempercepat dimulainya negosiasi langsung dan bermakna dengan ‘Israel'”.
“Kami telah mengizinkan kantor PLO untuk melakukan operasi yang mendukung tujuan mencapai perdamaian abadi dan komprehensif antara ‘Israel’ dan Palestina sejak berakhirnya pengesampingan sebelumnya pada November 2017,” kata pernyataan itu.
Ia menambahkan kepemimpinan PLO “telah mengutuk rencana perdamaian AS yang belum mereka lihat dan menolak untuk terlibat dengan pemerintah AS sehubungan dengan upaya perdamaian dan sebaliknya”.
Sebagai tanggapan, Otoritas Palestina (PA) mengatakan langkah itu akan memungkinkan ‘Israel’ melanjutkan “kebijakan mereka terhadap rakyat dan tanah Palestina”.
“Ini adalah deklarasi perang terhadap upaya untuk membawa perdamaian bagi negara kita dan wilayahnya,” juru bicara PA Yousef al-Mahmoud seperti dikutip oleh kantor berita Wafa. (Althaf/arrahmah.com)