ANKARA (Arrahmah.com) – Di tengah ketegangannya dengan AS, Turki mendapat dukungan besar dari seluruh dunia, kata menteri luar negeri Turki, dikutip Brink Wire pada Kamis (16/8/2018).
“Peristiwa ini telah membuka mata dunia,” kata Mevlut Cavusoglu pada konferensi pers bersama dengan timpalannya dari Sudan, Al-Dirdiri Mohamed Ahmed pada Konferensi Duta ke-10 di ibukota Ankara, Rabu (15/8).
Cavusoglu mengatakan bahwa masyarakat internasional melihat sikap AS yang “tidak sopan terhadap semua negara” sejak pemerintahan yang sekarang (baca: Donald Trump) datang menempati Gedung Putih.
Dia menambahkan bahwa secara internasional juga diketahui bahwa AS akan menggunakan kekuatan ekonominya “secara kasar” terhadap negara lain.
“Jadi semua orang mencari cara untuk keluar dari jeratan dolar,” katanya.
Cavusolgu menekankan bahwa Turki akan melanjutkan “sikap tegak.”
“Kami akan melanjutkan upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah ini melalui cara diplomatik …,” katanya merujuk ketegangan yang sedang berlangsung antara Ankara dan Washington.
Karena mereka telah belajar dari pengalaman mereka, pemerintah Turki mengambil langkah-langkah untuk mereformasi ekonomi, katanya.
Langkah-langkah yang diambil telah meringankan pasar, tambahnya.
Menyebutkan dukungan kemanusiaan Turki di seluruh dunia, Cavusoglu menekankan bahwa Turki telah menggunakan kekuatannya dalam mendukung kemanusiaan dan teman-temannya dan bahwa negara-negara lain mencatat itu semua.
Turki adalah “negara paling dermawan di dunia” dalam hal bantuan asing, katanya, menambahkan bahwa orang-orang yang tertindas di seluruh dunia menyadari hal ini dan berdoa untuk ekonomi Turki yang kuat.
Cavusoglu juga menyoroti bahwa Uni Eropa dan negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi dengan Turki mendukung ekonomi Turki yang kuat.
Terkait penahanan pastor Amerika Andrew Brunson, Cavusoglu mengatakan bahwa AS dan negara-negara lain seharusnya tidak hanya mempertimbangkan kekecewaan mereka sendiri tetapi juga orang lain.
Cavusoglu juga mengutip dukungan AS untuk Fetullah Gulen, pemimpin Organisasi Fetullah (FETO) yang berbasis di Pennsylvania yang mengatur upaya kudeta Juli 2016 yang gagal di Turki, menewaskan 251 orang dan melukai ribuan orang.
“Kami melihat bahwa mereka [AS] mencoba melindungi anggota FETO di negara-negara ketiga,” katanya, seraya menambahkan bahwa duta besar AS mendukung anggota FETO di beberapa negara yang ingin menyingkirkan kelompok teror.
Menyatakan bahwa jika ada kejahatan, semua orang harus tunduk pada proses peradilan, Cavusoglu mengatakan Turki ingin menyelesaikan semua masalah melalui negosiasi dan dialog, bukan tekanan dan pengenaan.
“Tapi ada kebingungan serius,” tambahnya, mengacu pada AS yang mencoba menerapkan tekanan pada Turki.
Sementara terkait larangan AS untuk menjual jet tempur F-35 ke Turki, Cavusoglu mengatakan, “Ini tidak memiliki arti praktis. Turki sudah menerima pengiriman dua dari mereka.”
Dia menjelaskan bahwa pilot Turki sekarang berlatih dengan jet di AS selama dua tahun.
Turki telah berada dalam program F-35 sejak tahun 1999. Industri pertahanan Turki telah mengambil peran aktif dalam produksi mereka, termasuk Alp Aviation, AYESAS, Kale Aviation, Kale Pratt & Whitney, dan Turki Aerospace Industries yang membuat bagian untuk F-35 pertama.
Turki berencana untuk membeli 100 unit jet tempur F-35 di tahun-tahun mendatang.
“Jadi tidak ada penangguhan,” kata Cavusoglu, menambahkan bahwa pembatasan pengiriman jet adalah masalah domestik AS.
Dia menambahkan bahwa AS yang menggunakan hal-hal seperti itu untuk menekan negara-negara lain justru akan merugikan kedudukan dan prestise mereka sendiri.
“Tidak ada negara yang tegak tanpa alternatif, tidak putus asa, dan setiap negara terhormat … Mereka harus menghormati ini semua,” pungkasnya. (Althaf/arrahmah.com)