TASIKMALAYA (Arrahmah.com) – Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Tengku Zulkarnain menanggapi isu soal ulama di pusaran politik.
Dia melihat, kuatnya keinginan umat untuk memiliki pemimpin dari kalangan ulama memang didasari alasan kuat.
“Kita mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tetapi bukan NKRI yang bejat… Bukan NKRI yang membiarkan perzinahan, hukumnya tumpul ke atas tajam ke bawah, lalu minuman keras dilelang untuk dimimun rakyat Indonesia supaya mabok,” ujar Kiyai Tengku ketika berpidato pada Mudzakarah 1000 Ulama dan Kongres Mujahidin ke-V, di Tasikmalaya, Ahad (5/8/2018).
“Tetapi kita ingin NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” lanjutnya.
Kendati demikian, dia berpendapat, umat Islam sebaiknya mendorong calon pemimpin yang memang akrab dengan teknis mengelola pemerintahan sekaligus memiliki landasan keislaman yang kuat.
“Yang menjadi sulthan atau penguasa memang yang dikader sejak kecil. Main pedang dan panah, irigasi, menulis, membaca, juga belajar strategi. Sementara Wali Songonya (ulama) masih dakwah sampai mati,” tutur Kiyai Tengku.
Melansir INA News Agency, Kantor Berita yang diinisasi JITU, dari pidatonya, tampak Kiyai Tengku tidak sepenuhnya menolak keterlibatan ulama dalam pusaran politik.
Namun, menurutnya tugas ulama adalah mendidik dan mengkader calon pemimpin sehingga cakap dalam keislaman maupun bidang strategis.
“Maka jangan dorong ulama-ulama ini jadi bupati (pemimpin pemerintahan),” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu para ulama dan tokoh nasional berkumpul dan menghasilkan rekomendasi ijtima ulama.
Salah satu poin hasil ijtima adalah menyandingkan Ustadz Abdul Somad dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres dan cawapres.
Meski telah beberapa kali menolak dicalonkan, isu untuk menjadikan Ustadz Abdul Somad sebagai cawapres masih berhembus kuat hingga saat ini.
Reporter: Syahrain F/INA
(ameeera/arrahmah.com)