WASHINGTON (Arrahmah.com) – Presiden Amerika Serikat Donald Trump meminta Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu untuk membebaskan wanita berkewarganegaraan Turki yang dicurigai membantu Hamas, sebagai bagian dari kesepakatan yang diungkap di Washington Post untuk membebaskan seorang pendeta Amerika yang ditahan oleh Turki, pejabat ‘Israel’ mengkonfirmasi kepada Haaretz Jumat (27/7/2018).
Dalam panggilan telepon antara Trump dan Netanyahu pada 14 Juli lalu, Trump meminta Netanyahu untuk membebaskan Ebru Özkan, warga Turki berusia 27 tahun yang ditahan oleh ‘Israel’ bulan lalu karena dicurigai membahayakan keamanan negara dan berkonspirasi dengan organisasi “teror”.
Özkan dibebaskan sehari setelah panggilan telepon Trump-Netanyahu, setelah sebulan ditahan. Para pejabat ‘Israel’ menolak hingga sekarang untuk mengkonfirmasi alasan pembebasan itu, tetapi mengatakan kepada Haaretz bahwa dia dideportasi, tidak dibebaskan.
Menurut Washington Post, permintaan itu datang sebagai bagian dari kesepakatan yang dibuat antara Trump dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan selama pertemuan mereka pada 11 Juli di sela-sela KTT NATO. Pejabat tinggi Turki membantah laporan itu, menyebut bahwa eksistensi kesepakatan ini “sepenuhnya tak berdasar.”
Namun seorang pejabat Turki, membantah bahwa Özkan dibebaskan oleh ‘Israel’.
“Laporan-laporan media yang mengklaim bahwa Ebru Özkan dirilis di ‘Israel’ dengan imbalan pembebasan Andrew Brunson benar-benar tidak berdasar dan tidak nyata,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksoy.
Aksoy menambahkan dalam sebuah pernyataan bahwa pengadilan ‘Israel’ pada 9 Juli memutuskan pembebasan bersyaratnya, dan bahwa dia kemudian dibebaskan sambil menunggu persidangan dan kembali ke Turki.
Sebelumnya pada Jumat (27/7), seorang pejabat senior Turki menambahkan, “pemerintah Turki tidak memiliki niat untuk ikut campur dalam urusan peradilan independen negara itu.”
Kesepakatan itu terkait dengan desakan AS agar Turki membebaskan seorang pendeta Kristen Amerika, Andrew Brunson, yang telah tinggal di Turki selama dua dekade. Brunson didakwa atas tuduhan membantu kelompok itu bahwa Ankara menyalahkannnya atas kudeta 2016 yang gagal terhadap Presiden Tayyip Erdogan, serta mendukung PKK Kurdi yang dilarang.
Pada 18 Juli, pengadilan Turki menolak permohonan untuk membebaskan Brunson. Seminggu kemudian, pada Rabu, pengadilan Turki kembali menunda dan memerintahkan pendeta, yang telah ditahan selama 21 bulan terakhir, dipindahkan ke tahanan rumah.
Keputusan ini ternyata tidak memuaskan AS, yang menuntut pembebasan penuh Brunson. Kesepakatan itu dinilai berantakan, dan dikabarkan bahwa pengadilan Turki memutuskan kembali pada hari yang sama untuk tetap menjaga Brunson di penjara. Brunson, yang menyangkal tuduhan itu, menghadapi hukuman 35 tahun penjara jika terbukti bersalah.
Trump mengatakan pada Kamis bahwa Amerika Serikat akan memberlakukan sanksi yang signifikan terhadap Turki atas penahanannya terhadap Brunson dan meminta Ankara untuk segera membebaskannya.
“Tidak ada yang bisa mendikte Turki,” Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu men-tweet, “Kami tidak akan pernah mentoleransi ancaman dari siapa pun.”
Wakil Presiden AS Mike Pence pada Kamis mengecam Turki atas penahanannya terhadap Brunson dan mengancam Ankara dengan sanksi AS kecuali pendeta itu dibebaskan.
“Kepada Presiden Erdogan dan pemerintah Turki, saya memiliki pesan atas nama presiden Amerika Serikat: lepaskan Pendeta Andrew Brunson sekarang atau bersiaplah menghadapi konsekuensinya,” ancam Pence.
Senat AS meloloskan RUU bulan lalu termasuk tindakan yang melarang Turki membeli jet F-35 Joint Strike Fighter karena penahanan Brunson dan pembelian sistem pertahanan udara S-400 Rusia oleh Turki.
Erdogan sebelumnya telah mengaitkan Brunson dengan Fethullah Gulen, seorang ulama Muslim AS yang dituduh Turki mendalangi kudeta yang gagal. Gulen membantah terlibat dalam kudeta, di mana setidaknya 250 orang tewas.
Juru bicara Partai AK yang berkuasa di Turki, Mahir Unal, mengatakan bahwa sama seperti Washington telah menanggapi berulang kali atas permintaan Ankara untuk ekstradisi Gulen dengan mengatakan itu adalah masalah pengadilan AS, nasib Brunson pun adalah terkait masalah peradilan.
Brunson adalah pastor Gereja Kebangkitan Izmir, melayani jemaat Protestan kecil di kota terbesar ketiga di Turki, Aegean Aliaga di mana dia sekarang diadili.
Mata uang Lira Turki melemah terhadap dolar segera setelah keputusan peradilan Ankara terhadap Brunson. Hal ini dinilai mencerminkan kekhawatiran investor tentang ketegangan dengan Amerika Serikat.
Sidang Brunson adalah salah satu dari beberapa kasus hukum yang menimbulkan ketegangan antara Washington dan Ankara. Hakim AS memvonis seorang eksekutif bank Turki pada Mei hingga 32 bulan penjara karena membantu Iran menghindari sanksi AS, sementara dua staf konsulat AS di Turki telah ditahan.
Kedua sekutu NATO ini juga berselisih mengenai kebijakan AS di Suriah, di mana sekutu Washington dalam perang melawan Negara Islam adalah milisi Kurdi yang menurut Turki merupakan perpanjangan dari PKK, kelompok yang telah melancarkan pemberontakan tiga dekade di Turki tenggara. (Althaf/arrahmah.com)