BEIJING (Arrahmah.com) – Otoritas Tiongkok Cina meningkatkan penangkapan tahun lalu di wilayah Xinjiang, rumah bagi mayoritas penduduk Muslim Uyghur, lebih dari 7 kali lipatnya, menurut laporan yang dirilis pada Rabu (25/7/2018).
Partai Komunis yang berkuasa telah menyebarkan lebih banyak polisi dengan mengatakan pihaknya tengah menghadapi ancaman yang muncul dari ekstremisme agama, terorisme dan separatisme.
Pihak berwenang menangkap hampir 228.000 orang dengan tuduhan kriminal pada tahun 2017, menurut data yang dikumpulkan dari sumber resmi pemerintah oleh kelompok pembela Hak Asasi Manusia China (CHRD).
Jumlah tersebut merupakan 21 persen dari semua penangkapan di Cina tahun lalu, kelompok itu mengatakan, meskipun wilayah itu adalah rumah bagi hanya 1,5 persen dari 1,4 miliar total penduduk China.
Dakwaan di Xinjiang juga meningkat “jauh di luar proporsi” penduduknya, yakni sebesar 422 persen tahun ke tahun di tahun 2017, kata CHRD.
Peningkatan dramatis dalam penangkapan ini mengikuti pengenalan pembatasan baru yang kejam terhadap praktik keagamaan di Xinjiang, termasuk melarang jenggot, cadar dan distribusi konten termasuk lagu-lagu dengan lirik berbahasa Arab.
Anggota diaspora Uighur mengatakan bahwa kerabatnya telah ditangkap karena tindakannya yang tidak berbahaya seperti mengirim ucapan Ramadhan ke teman-temannya.
Pihak berwenang juga diyakini telah menahan ratusan ribu Muslim di jaringan rahasia pusat pendidikan ulang politik ekstra-judisial, di mana narapidana diberikan pelatihan bahasa dan ideologi dan dipaksa untuk berpartisipasi dalam latihan militer.
Pemerintah lokal memompa lebih dari $ 9 miliar ke dalam pengeluaran keamanan pada tahun 2017, hampir dua kali lipat tahun sebelumnya, menurut AFP.
Pada tahun 2016, pihak berwenang Cina dilaporkan mewajibkan penduduk Xinjiang untuk menyerahkan sampel DNA, sidik jari, dan rekaman suara untuk mendapatkan paspor atau bepergian ke luar negeri. (Althaf/arrahmah.com)