SRINAGAR (Arrahmah.com) – Tiga warga sipil, termasuk seorang pelajar perempuan berusia 15 tahun, tewas setelah pasukan paramiliter musyrik India menembaki demonstran di Kashmir yang dikelola India, kata para pejabat.
Seorang pejabat polisi mengatakan kepada Al Jazeera bahwa bentrokan pada Sabtu (7/7/2018) meletus setelah para demonstran melemparkan batu ke arah patroli tentara di desa Hawoora Mishipora di distrik Kulgam selatan.
“Dalam insiden yang sangat tidak menguntungkan, tiga warga sipil tewas dalam bentrokan di Kulgam. Kami sedang menyelidiki insiden itu,” kata pejabat itu tanpa menyebut nama.
Pejabat itu mengatakan dua orang yang menderita luka berada dalam kondisi “stabil”.
“Kami telah membekukan layanan internet di Kashmir untuk mencegah masalah hukum dan ketertiban,” tambah pejabat itu.
Mushtaq Ahmad, seorang penduduk Hawoora Mishipora, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tentara memasuki desa pada siang hari “dan mulai memukuli orang-orang”.
“Mereka juga masuk sekolah dan mulai memukuli para guru. Ini memicu protes dan tentara langsung menembaki orang-orang. Mereka menikmati pembunuhan ini karena tidak ada yang bertanya pada mereka.”
Rajesh Kalia, seorang juru bicara pasukan keamanan India yang berbasis di Srinagar, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “patroli tentara dilempari batu berat di Kulgam”.
“Pasukan, ketika melakukan pengendalian ekstrim, memperingatkan para pelempar batu. Menanggapi provokasi serius ini dan untuk memastikan keamanan pasukan sendiri, tembakan yang dikendalikan terpaksa dilakukan oleh tentara yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia,” katanya.
Kashmir telah terbagi antara India dan Pakistan sejak 1947. Wilayah pegunungan ini memiliki sejarah panjang konflik dan merupakan salah satu tempat yang paling termiliterisasi di planet bumi.
Ini adalah rumah bagi puluhan kelompok bersenjata yang berjuang untuk kemerdekaan atau penggabungan wilayah dengan Pakistan.
Ribuan orang berpartisipasi pada Sabtu (7/7) dalam pemakaman ketiga warga sipil itu saat protes baru meletus di distrik selatan tempat ratusan orang turun ke jalan dan meneriakkan slogan anti-India.
Pembunuhan terakhir terjadi sehari sebelum ulang tahun kedua pembunuhan oleh pasukan keamanan India terhadap Burhan Wani, komandan populer kelompok pemberontak Hizbul Mujahidin.
Kematian Wani pada 8 Juli 2016, memicu demonstrasi luas di seluruh wilayah yang disengketakan selama lima bulan, di mana lebih dari 100 pemrotes ditembak mati oleh pasukan India.
Ratusan warga sipil juga dibutakan atau menderita luka mata setelah pasukan paramiliter menembakkan gas air mata untuk mengendalikan massa yang protes.
Sebelum peringatan kematian Wani, pihak berwenang membatasi pergerakan orang-orang menuju kampung halamannya dan meningkatkan langkah-langkah keamanan.
Sejumlah besar pasukan keamanan telah menjaga jalan-jalan, sementara pos-pos pemeriksaan telah dibentuk di bagian-bagian yang bergejolak.
Para pemimpin separatis, yang menuntut kemerdekaan dari kekuasaan India, menyerukan penutupan pada 7 dan 8 Juli sebagai tanda protes. Toko, sekolah, dan perusahaan tetap tutup pada Sabtu (7/7).
Pemimpin separatis senior, Mirwaiz Umar Farooq, mengatakan lewat Twitter bahwa “menembakkan peluru, membunuh anak laki-laki dan perempuan muda” mencerminkan “sinyal hijau” yang diberikan kepada angkatan bersenjata India “untuk menghapus Kashmir dengan kekebalan hukum mutlak demi mempertahankan wilayah mereka” .
Sejak pembunuhan Wani, yang memiliki banyak pengikut media sosial, telah terjadi peningkatan jumlah pemuda yang mengangkat senjata untuk melawan pemerintahan India.
Pasukan India telah merespon dengan kekuatan yang kuat, menghasilkan pertempuran senjata antar pasukan dan pemberontak. Pertempuran sering memicu protes sipil di mana sejumlah orang telah tewas. (Althaf/arrahmah.com)